Rabu, 22 Desember 2010

Bidadari

Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya diantara kenikmatan surga yang paling besar yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi para hamba -Nya yang beriman, dan dirindukan oleh jiwa, dikejar oleh hati adalah bidadari. Allah SWT telah mensifati mereka dengan sebaik-baik sifat-sifat dan seindah-indah tabi’at, memancing selera orang yang mengejarnya sehingga sekan-akan orang-orang yang beriman melihatnya secara nyata. Allah SWT berfirman:
 "Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?. Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (QS. Al-Rahman: 56-58).
Al-Hasan dan para ulama tafsir berkata: Dalam kebeningan permata yakut dan putihnya marjan”.
Allah SWT berfirman: 23)
"Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata Jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik."
(QS. Al-Waqi’ah: 22-23)
Allah swt berfirman: "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari)dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan" (QS. Al-Waqi’ah: 35-38)
Al-Hur adalah bentuk jamak dari huro’ yang berarti wanita yang muda, cantik dan jelita, putih, bermata hitam. Aisyah RA berkata: Kulit putih adalah setengah dari kecantikan. Dan Umar RA berkata: Apabila seorang wanita telah memiliki kulit yang putih dan rambut yang bagus maka telah sempurna kecantikannya.
Dan orang Arab memuji wanita yang berkulit putih:
Wanita yang berkulit putih, baik hati dan tidak suka melakukan perbuatan dosa
Seperti kijang Mekkah yang dilarang untuk diburu
Karena tutur kata yang lembut dia disangka penzina
Dan mereka tidak mau melakukan zina karena taat terhadap Islam
Firman Allah yang mengatakan (عُرُبًا) adalah bentuk jamak dari (عُرُوبًا) artinya wanita yang memadukan antara kecantikan tubuh dan keelokan dalam sikap yang santun, elok dalam hidup bersuami istri, memancing gairah cinta pada suami dengan sikap yang manja dan tutur kata yang lembut dan ungkapan yang manis serta gerak-geriknya yang indah. Dan disebutkan oleh para ulama tafsir tentang makna kata: (عُرُبًا) bahwa mereka adalah wanita-wanita yang menawan, memiliki rasa cinta yang dalam, genit, manja, dan penyayang . Semua ini adalah kata-kata yang diungkapkan oleh para ulama tentang penafsiran makna (عُرُبًا).
Dan firman Allah SWT yang mengatakan: (أَتْرَابًا) Ibnu Abbas berkata: dan seluruh ulama tafsir mengatkan artinya adalah wanita yang memiliki usia yang sama yaitu wanita yang memiliki usia tiga puluh tiga tahun.
Allah SWT telah memberikan pada bidadari kebaikan dalam penciptaan dan akhlak, kecantikan wajah, kulit halus yang mengagumkan pikiran dan lisan tidak mampu mengungkapkannya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kelompok pertama yang akan memasuki surga akan memiliki wajah yang sama seperti bulan purnama, mereka tidak meludah, ingusan dan tidak pula berak padanya, bejana-bejana mereka di dalamnya adalah emas, sisir-sisir mereka dari emas dan perak, tempat bukhur (gahru) mereka terbuat dari kayu yang sangat harum, mereka dari mereka minyak misk, setiap mereka memiliki dua istri, bagian dalam betisnya tampak dari balik dagingnya karena kecantikannya, tidak ada perselisiahan antara mereka dan tidak pula terjadi pertengkaran, hati mereka satu, mereka memuji kepada Allah SWT pada waktu pagi dan petang”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Pergi pada waktu pagi di jalan Allah atau pada waktu petang lebih baik dari dunia dan seisinya, dan pendeknya anak panah salah seorang di antara kalian dari surga atau tempat cemetinya lebih baik dari dunia dan seisinya, dan seandainya seorang bidadari dari surga turun ke menghampiri penghuni bumi maka dia akan menerangi antara antara langit dan bumi dan akan menyebarkan semerbak bau yang harum, dan selendang yang menutupi kepalanya lebih baik dari dunia dan seisinya”.
Dan bidadari itu terbebas dari segala kotoran dan sesuatu yang menjijikkan baik lahir maupun batin. Allah SWT berfirman: Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah: 25)
Banyak alhi tafsir mengatakan bahwa Al-Muthaharah berarti suci dari haid, kencing, nifas, berak, ingus, ludah dan setiap kotoran serta perkara yang menjijikkan seperti apa yang terjadi pada wanita di dunia ini.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: Bersamaan dengan itu batin mereka juga suci dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat yang tercela, lisan mereka suci dari kekejian dan ucapan yang kotor, pandangan mereka suci dari keinginan kepada selain suami dan pakian mereka suci dari kotoran yang bisa mengotorinya.
Di antara balasan besar yang disediakan oleh Allah SWT bagi hamba-hamba -Nya yang beriman di dalam surga yang mulia adalah mereka akan menikah dengan para bidadari, maka dengan ini akan terwujud kebahagiaan dan kelezatan hidup menjadi sempurna. Allah SWT berfirman:
“mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli”. QS. (Al-Thur: 20).
Allah SWT berfirman: Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang.Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. dalam kesibukan (mereka). (QS. Yasin: 55-56).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Musa Al-Asya’ari RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya bagi orang yang beriman di dalam surga sebuah kemah dari satu mutiara yang memiliki ruang melengkung, panjangnya emam puluh mil, bagi orang yang beriman pasangan di dalamnya, seorang mu’min berkeliling kepada mereka namun sebagian mereka tidak melihat kepada sebagian yang lain”.
Dan kemah-kemah ini bukan bagian dari ruang-ruang dan istana-istana (yang dijanjikan oleh Allah) di dalam surga, ini adalah bentuk kenikmatan yang lain.
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-Mu’mus Shagir dari Abi Hurairah RA berkata: Dikatakan wahai Rasulullah apakah kita akan berkumpul dengan istri-istri kita di dalam surga?. Maka Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang lelaki akan berkumpul dalam satu hari bersama seratus gadis”.
Dan para bidadari itu sangat rindu kepada suami-suami mereka dari golongan orang yang beriman, bahkan mereka berdo’a agar orang yang menyakiti suaminya di dunia ditimpakan keburukan atas mereka, lalu bagiamana jika sang suami datang dan sang bidadari diberitakan tentang kedatangan suaminya itu. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dari Mu’adz bin Jabal RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istri yang dari bidadari berkata: Janganlah engkau menyakitinya, semoga Allah membinasakanmu, sebab dia di sisimu hanya sebagai orang yang mampir saja dan akan berpisah denganmu menuju kami”.
Dan para pengantin dari bidadari akan semakin cantik, cinta dan rindu kepada suaminya di dalam surga walau zaman berputar dan masa berganti panjang.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhya di dalam surga terdapat pasar yang didatangi setiap hari jum’at, lalu angin utara berhembus, maka angin itu menghempas wajah-wajah mereka dan pakaian-pakaian mereka maka dengannya mereka akan bertambah cantik dan elok, lalu mereka kembali kepada keluarga mereka sementara wajah mereka sangat cantik dan elok, maka keluarga mereka berkata kepada mereka: Demi Allah sungguh setelah pergi, kalian begitu tampak cantik dan elok, maka para lelaki penghuni surgapun berkata: Kalian juga begitu tampak cantik dan indah setelah kepergian kami”.
Dan setelah orang-orang yang shaleh di dunia ini mengetahui dari kitab Allah dan sunnah-sunnah Nabi mereka tentang keadaan para bidadari maka mereka bertambah rindu dan cinta kepada mereka, dan hal ini akan memotifasi mereka untuk taat kepada Allah, dan hati mereka tertuju senang kepada mereka. Rabi’ah bin Kaltsum berkata: Al-Hasan memandangi kami pada saat kami masih muda dan berkata: Apakah kalian tidak rindu kepada bidadari?”.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
Wahai yang meminang bidadari jelita dan mencari
Bertemu dengan mereka di dalam surga yang hidup
Seandainya engkau menyadari siapa yang dipinang dan
Dicari, niscaya engkau berkorban segala yang berharga
Atau dirimu mengetahui di manakah dia bertempat tinggal
Niscaya engkau berusaha meraihnya dengan mata terpejam
Telah diberitakan tentang jalan tempat tinggalnya dan jika
Engkau ingin sampai maka janganlah terlambat menerjangnya
Bergegaslah dan paculah jalanmu serta berusahalah, sungguh
Usahamu ini satu saat yang pendek dalam rentangan zaman
Rindukanlah dia, bisikanlah jiwamu untuk segera meraihnya
Berikanlah maharnya selama dirimu merasa mampu berjuang
Sempurnakanlah puasamu sebelum bertemu dengannya dan
Dan Hari pertemuanmu bagai hari idul fitri setelah ramadhan
Dan jadikanlah kecantikannya sebagai motifasi dan berjalanlah
Engkau dapatkan segala ketakutan berubah menjadi aman
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


Sumber : www.islamhouse.com




Selengkapnya...

Minggu, 19 Desember 2010

HAK ULIL AMRI

Masyarakat muslim tidak mungkin tegak tanpa kepemimpinan, tidak hanya msyarakat muslim semata, perkumpulan apa pun, masyarakat, organisasi, kelompok, partai atau pun nama, pasti memerlukan kepemimpinan, bila tidak maka ia akan macet dan tidak begerak. Sesuatu yang dimaklumi. Kepemimpinan merupakan tugas besar dan amanah yang penting, saat Abu Dzar memintanya kepada Nabi saw, beliau saw bersabda kepadanya, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, ia adalah amanat, di hari Kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali siapa yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajibannya.” Diriwayatkan oleh Muslim no 1825.

Karena kepemimpinan merupakan amanat yang besar, maka Nabi saw tidak memberikannya kepada orang-orang yang memintanya atau berambisi mendapatkannya. “Sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan urusan ini kepada seseorang yang memintanya atau seseorang yang berambisi mendapatkannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 7149 dan Muslim no. 1733.

Dari sisi rakyat yang dipimpin, para ulil amri atau pemimpin kaum muslimin mempunyai hak:

Pertama, mendengar dan menaati dalam kebaikan

Hal ini merupakan hak pemimpin sekaligus kewajiban rakyat. Menaati pemimpin merupakan salah satu rpinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditopang oleh dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah.

1- “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59).
Ibnu Taimiyah berkata, “Taat kepada Allah dan RasulNya adalah kewajiban atas siapa pun, taat kepada ulil amri juga kewajiban, karena Allah Ta'ala memerintahkan agar mereka ditaati, barangsiapa menaati Allah dan RasulNya dengan menaati ulil amri maka pahalanya dijamin oleh Allah.” (Majmu' al-Fatawa 15/16).

2- “Barangsiapa menaatiku maka dia menaati Allah, barangsiapa mendurhakaiku maka dia mendurhakai Allah, barangsiapa menaati pemimpin yang aku tunjuk maka dia telah menaatiku, barangsiapa mendurhakainya maka dia mendurhakaiku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 7137 dan Muslim no. 1853 dari Abu Hurairah.

3- “Seandainya kalian dipimpin oleh seorang budak yang memimpin kalian dengan kitab Allah maka dengarkanlah dan taatilah.” Diriwayatkan oleh Muslim no.1838.

4- “Akan muncul sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku, tidak mengikuti sunnahku, di antara mereka akan bangkit kaum laki-laki, hati mereka adalah hati setan dalam jasad manusia.” Hudzaefah berkata, “Apa yang aku lakukan ya Rasulullah saw?” Beliau menjawab, “Dengarkan dan taatilah pemimpin, sekalipun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas, dengarkan dan taatilah.” Diriwayatkan oleh Muslim 1847/52.
Hadits-hadits dalam bab ini berjumlah besar, siapa yang ingin menambah dengan mudah maka silakan merujuk Shahih Muslim Kitab al-Imarah.
Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Mendengarkan dan menaati ulil amri kaum muslimin mengandung kebahagiaan di dunia, dengannya kemaslahatan hamba dalam kehidupan bisa terwujud, dengannya kaum muslimin mampu memperlihatkan agama mereka dan menaati Rabb mereka.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/117).
Ibnu Taimiyah berkata, “Banyak hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw di bidang ini, di mana beliau memerintahkan kaum muslimin untuk menaati ulil amri dalam perkara yang bukan merupakan kemaksiatan, menasiihati mereka, bersabar dalam menerima hukum dan pembagiannya, berjihad bersamanya, shalat di belakangnya dan lain-lainnya, karena mengikuti mereka membawa kebaikan yang tidak terwujud kecuali dengan mereka, karena hal itu termasuk ke dalam bertolong menolong dalam kebaikan dan takwa.” (Majmu' al-Fatawa, 35/20).

2- Tidak Memberontak

Imam ath-Thahawi berkata “Kami tidak membolehkan memberontak terhadap para pemimpin kami dan ulil amri kami sekalipun mereka berbuat zhalim, kami tidak berdoa atas mereka, tidak menarik tangan ketaatan, kami yakin menaati mereka merupakan bagian dari menaati Allah dan ia adalah kewajiban selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, kami mendoakan mereka dengan kebaikan dan keselamata.” (Al-Aqidah ath-Thahawiyah hal 22).

Larangn memberontak dan menentang pemimpin ini tertera dalam banyak hadits Rasulullah saw, di antaranya adalah:

1- “Barangsiapa keluar dari ketaatan dan menyempal dari jamaah laludia mati, maka dia mati dengan cara mati jahiliyah.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1848 dari Abu Hurairah. Yang dimaksud dengan mati jahiliyah adalah mati di atas sifat jahiliyah di mana mereka hidup tanpa pemimpin, bukan matu sebagai kafir, akan tetapi sebagai pendurhaka.

2- ”Barangsiapa mendatangi kalian sementara perkara kalian telah satu di atas seseorang lalu dia hendak membelah tongkat kalian dan memecah belah persatuan kalian maka bunuhlah.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1852 dari Arfajah.

3- ”Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin, kalian mengingkari perbuatan mereka dan mengakui perbuatan mereka, barangsiapa membenci maka dia telah bebas, barangsiapa mengingkari maka dia selamat, akan tetapi barangsiapa rela dan mengikuti.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah saw, mengapa kita tidak memerangi mereka?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka shalat.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1854 dari Ummu Salamah.

Hah Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini mewajibkan taat kepada pemimpin di mana baiat telah diambil untuknya, larangan membangkangnya sekalipun tidak tidak adil dalam hukumnya, tidak boleh membatalkan baiat dengan alasan kefasikan pemimpin.” (Fathul Bari 13/71).

Nasihat dengan Hikmah

Dari Tamim ad-Dari bahwa Nabi saw bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa ya Rasulullah saw?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan orang umum mereka.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 55.

Ibnu Rajab berkata, “Adapun nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin, maka hal itu diwujudkan dengan menyintai kebaikan, keadilan dan kelurusan mereka, menyintai bersatunya kaum muslimin atas mereka, membenci perpecahan umat atas mereka, menaati mereka dan membenci siapa yang hendak memberontak mereka, mendukung mereka dalam ketaatan kepada Allah.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 1/222).

Syaikh Ibnu Sa’di berkata, “Adapun nasihat bagi para pemimpin kaum muslimin maka ia dengan meyakini kepemimpinan mereka, mengakui kekuasaan mereka, kewajiban mennati mereka dalam hal-hal yang baik, tidak memberontaha mereka, mendorong masuarakat untuk menaatinya, memegang perintah mereka selama tidak bertentangan dengan perintah Allah, memberikan nasihat kepada mereka sebatas kemampuan, menjelaskan apa yang samar bagi mereka yang mereka butuhkan dalam memimpin rakyat, masing-masing sesuai dengan kemampuannya, mendoakan mereka agar dilimpahi kebaikan dan tauafik, karena kebaikan mereka adalah kebaikan masyarakat, tidak mencaci maki mereka dan menciderai mereka serta membeber aib-aib mereka, karena hal itu mengandung keburukan, mudharat dan kerusakan yang besar.” (Ar-Riyadh an-Nadhirah hal. 38-49).

“Ada tiga perkara di mana hati seorang muslim tidak dihinggapi dengki karenanya, mengikhlaskan amal karena Allah, memberi nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin dan berpegang teguh bersama jamaah mereka, karena doa mereka meliputi orang-orang yang di belakang mereka.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im, al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib no. 92, berkata, “Shahih lighairi.”

Nasihat kepada para pemimpin hendaknya disampaikan secara rahasia antara pemberi nasihat dengan yang bersangkutan, dengan lemah lembut, hikmah dan nasihat yang baik serta cara yang sesuai. Membeber nasihat lebih-lebih kesalahan pemimpin di depan umum bukan merupakan nasihat, akan tetapi mempermalukan dan membuat masyarakat berani menentang dan memberontak.

Iyadh bin Ghanam berkata kepada Hisyam bin Hakim, “Apakah kamu tidak mendengar sabda Rasulullah saw, ‘Barangsiapa hendak menasihati penguasa maka jangan menampakkannya secara terbuka, akan tetapi berdua dengannya, bila dia menerima, maka itulah yang diharapkan, bila tidak maka dia telah melaksanakan apa yang mesti dia laksanakan.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albani dalam Zhilal al-Jannah fi Takhrij as-Sunnah 2/521.

Usamah bin Zaid memberikan teladan dalam hal ini, saat orang-orang berkata kepadanya, “Mengapa engkau tidak datang kepada Usman untuk menasihatinya.” Maka Usamah menjawab, “Sesungguhnya kalian melihat bahwa aku tidak berbicara kepadanya kecuali aku menyampaikannya kepada kalian, sesungguhnya aku berbicara kepadanya secara rahasia… Dalam riwayat Muslim, “Demi Allah, sesungguhnya aku telah berbicara kepadanya antara diriku dengan dirinya.” …tanpa aku membuka sebuah pintu yang aku tidak ingin menjadi orang pertama yang membukanya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989.

Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dalam hadits terdapat anjuran menghormati para pemimpin, beradab kepada mereka, menyampaikan apa yang diinginkan masyarakat kepada mereka, agar mereka bisa menyikapinya dengan baik, menyampaikan dengan baik di mana maksudnya tercapai tanpa menyakiti siapa pun.” (Fathul Bari 13/53).

Imam an-Nawawi berkata, “Yakni mengingkari para umara secara terbuka di depan umum seperti yang terjadi para orang-orang yang membunuh Usman, hadits ini mengadung anjuran adab bersama para umara, bersikap lembut kepada mereka, menasihati mereka secara rahasia.” (Syarah Shahih Muslim 18/329).

Syaikh Allamah Ibnu Baz berkata, “Bukan termasuk manhaj salaf membeber aib para pemimpin di depan publik dan menyinggungnya di mimbar-mibar, karena hal itu menyebabkan pemberontakan, membuat mereka tidak didengarkan dan ditaati dalam kebaikan, membawa kepada pembangkangan yang merugikan.” (Risalah Huquq qr-Ra’i war Raiyyah hal. 27). Wallahu a’lam.

Oleh: Moh. Arif Rahman,A.Md
Selengkapnya...

Jumat, 03 Desember 2010

Hukum Memakai Gelang Untuk Pengobatan Rematik

Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Syaikh Muhammad al-Utsamin

Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz kepada saudara.....yang terhormat
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Surat yang anda kirim telah sampai dan saya telah mempelajari pertanyaan anda tentang keutamaan gelang dari besi tembaga untuk mengobati penyakit rematik yang banyak terjadi sekarang ini. Perlu saya jelaskan bahwa saya telah mempelajari masalah ini dengan serius. Saya telah menyampaikan persoalan ini kepada para dosen dan guru di universitas dan kami saling bertukar pendapat dan masing-masing saling menyampaikan alasannya. Ada perbedaan pendapat: ada yang berpendapat bolehnya hal itu karena mengandung bahan anti rematik. Ada yang berpendapat agar meninggalkannya karena bergantungnya menyerupai perbuatan kaum jahiliyah berupa kebiasaan mereka menggantung tamimah dan gelang dari shufr (logam kuningan), dan berbagai gantungan (di tubuh) yang mereka lakukan. Mereka meyakini bahwa ia bisa mengobati berbagai macam penyakit, dan ia adalah penyebab keselamatan yang memakai dari ain (pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang). Di antaranya adalah yang diriwayatkan dari 'Uqbah bin Amir Radiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: 'Barangsiapa yang menggantung tamimah , semoga Allah Subhanahuwata’alla tidak memenuhi keinginannya, dan barangsiapa yang menggantung wada'ah semoga Allah Subhanahuwata’alla tidak memberi ketenangan kepadanya."
Dan dalam satu riwayat:
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Barangsiapa yang menggantung tamimah berarti ia telah berbuat syirik."
Dari Imran bin Hushain Radiallahu’anhu: Sesungguhnya Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam melihat seorang laki-laki yang di tangannya ada gelang dari logam kuningan, beliau bertanya: Apakah ini? ia menjawab: '(Obat) dari penyakit di tangan.'
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Lepaslah, sesungguhnya ia tidak bisa menambah apapun kepadamu kecuali bertambah lemah (sakit), sesungguhnya jika engkau meninggal sedangkan ia masih engkau pakai niscaya engkau tidak beruntung selamanya."
Dan dalam hadits yang lain: dari Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bahwa dalam salah satu perjalanan, beliau mengirim utusan untuk mencari unta kafilah dan memutuskan setiap yang bergantung atasnya dari kalung-kalung, yang disangka oleh bangsa jahiliyah bahwa ia berguna untuk unta mereka dan menjaganya.
Hadits-hadits ini dan yang serupa bisa diambil kesimpulan bahwa: tidak boleh menggantung sesuatu dari jenis tamimah atau wada' atau gelang atau benang, atau yang menyerupai semua itu untuk menolak bala dan mengangkatnya.
Dan menurut saya dalam masalah ini adalah meninggalkan yang disebutkan dan tidak memakainya untuk menutup sarana terjerumus dalam perbuatan syirik, menghindari kekacauan dan yang cenderung kepadanya serta yang membuat ketergantungan padanya, ingin mengarahkan hati kaum muslimin kepada Allah Subhanahuwata’alla karena percaya kepada-Nya, berpegang kepada-Nya dan cukup dengan sebab-sebab yang disyari'atkan lagi diketahui bolehnya tanpa diragukan, dan pada sesuatu yang dibolehkan oleh Allah Subhanahuwata’alla dan mudah bagi hamba-Nya serta meninggalkan yang diharamkan kepada mereka dan yang syubhat. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam:
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Barangsiapa yang menjauhi syubhat berarti ia membebaskan untuk agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat berarti ia terjerumus pada yang haram. Seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir ia menggembala padanya."
Dan dalam hadits:
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu kepada yang tidak meragukan."
Tidak diragukan lagi bahwa menggantung gelang yang disebutkan menyerupai apa yang dilakukan oleh kaum jahiliyah di masa lalu. Maka ia, bisa jadi termasuk perkara yang diharamkan karena mengandung perbuatan syirik, atau sarananya. Dan sekurang-kurang yang dikatakan padanya: sesungguhnya ia termasuk perkara yang syubhat. Maka yang lebih baik bagi seorang muslim dan lebih hati-hati baginya adalah menjauhi hal tersebut. Cukuplah dengan pengobatan yang jelas bolehnya, jauh dari syubhat. Inilah pendapat saya dan jama'ah dari kalangan syaikh dan para dosen. Saya memohon kepada Allah Subhanahuwata’alla agar memberi taufik kepada kami dan kamu menuju ridha-Nya. Semoga Dia memberi karunia kepada kita semua untuk memahami agama-Nya, selamat dari sesuatu yang menyalahi syari'at-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan semoga Allah Subhanahuwata’alla menjagamu. Wassalam.
Syaikh Bin Baz – Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah 1/206.

Pertanyaan 2: Apakah hukumnya memakai gelang untuk pengobatan rematik?
Jawaban 2: Ketahuilah, sesungguhnya obat adalah sebab untuk kesembuhan dan yang memberikan sebab adalah Allah Subhanahuwata’alla. Tidak ada sebab kecuali yang dijadikan –Nya sebagai sebab. Dan sebab-sebab yang dijadikan oleh Allah Subhanahuwata’alla sebagai sebab ada dua:
Pertama: sebab-sebab secara syar'i seperti al-Qur`an Karim dan doa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam tentang surah al-Fatihah: 'Apakah yang memberi tahukan kepadamu bahwa ia adalah ruqyah?' Dan sebagaimana Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam meruqyah orang yang sakit dengan doa untuk mereka, maka Allah Subhanahuwata’alla memberi kesembuhan dengan doanya kepada orang yang Allah Subhanahuwata’alla kehendaki kesembuhannya.
Kedua: sebab-sebab secara hissy (bisa dirasakan) seperti obat-obat yang sudah diketahui lewat syara' seperti madu, atau lewat jalur percobaan seperti kebanyakan obat-obatan. Jenis ini harus memberi pengaruh secara langsung, bukan lewat ilusi dan khayalan belaka. Apabila jelas pengaruhnya lewat jalur langsung yang bisa dirasakan, niscaya boleh dijadikan obat yang terjadi kesembuhan dengan ijin Allah Subhanahuwata’alla.
Adapun bila hanya semata-mata ilusi dan khayalan belaka yang dirasakan orang yang sakit, maka terjadinya ketenangan jiwa berdasarkan ilusi dan khayalan tersebut serta sakit terasa berkurang. Terkadang muncul kebahagiaan jiwa yang menghilangkan sakit, maka hilanglah penyakit itu. Maka jenis ini tidak diperbolehkan atas nya, dan tidak boleh pula menetapkannya sebagai obat. Manusia tidak bisa bersandar di belakang ilusi dan khayalan belaka. Karena alasan inilah dilarang memakai gelang, benang dan semisalnya untuk menghilangkan sakit atau menolak datangnya. Karena hal itu bukan sebab yang nyata secara hissy, dan sesuatu yang tidak bisa dibuktikan menjadi sebab secara syar'i dan tidak pula secara hissy maka tidak boleh dijadikan sebagai sebab. Sesungguhnya menjadikannya sebagai sebab berarti mencampui Allah Subhanahuwata’alla dalam kerajaan-Nya dan menyekutukan. Di mana ia menyekutui Allah Subhanahuwata’alla dalam meletakkan sebab untuk yang untuk kesembuhan nya. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah membuat satu judul dalam Kitab Tauhid, yaitu bab: Termasuk syirik: memakai gelang, benang dan semisalnya untuk menolak bala dan yang lainnya.
Saya tidak yakin gelang yang diberikan oleh apoteker untuk penderita rematik yang disebutkan dalam pertanyaan kecuali termasuk jenis ini. karena gelang tersebut tidak ada secara syar'i dan tidak pula secara hissy yang diketahui reaksinya secara langsung bagi penderita rematik. Maka penderita tidak boleh menggunakan gelang tersebut sampai diketahui secara medis bisa menjadi sebab. Wallahul muwaffiq.
Syaikh ibnu Utsaimin – Fatawa pengobatan dengan al-Qur`an dan sunnah – ruqyah dan yang terkait dengannya hal 81.

Sumber :www.islamhouse.com
Selengkapnya...

Rabu, 01 Desember 2010

Istighfar

Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan -Nya… Amma Ba’du:
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Al-Aghrul Mizani RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya aku (terkadang) merasakan kegalauan di dalam hatiku, dan sungguh aku beristighfar kepada Allah dalam satu hari seratus kali”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam sunannya dari Abdullah bin Umar berkata, “Sungguh kita menghitung bahwa Rasulullah SAW seratus kali mengucapkan:.
“Ya Allah ampunilah aku, dan berilah taubatmu kepadaku sesungguhnya Engkau Maha Memberi taubat dan Maha Penyayang”.
Syikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Seorang selalu berada di antara nikmat Allah SWT yang wajib disyukurinya, dan dosa yang menuntut taubat, dalam kedua perkara inilah seorang hamba menjalani hidupnya setiap hari, manusia senantiasa hidup dalam nikmat dan karunia Allah SWT dan manusia senantiasa butuh kepada taubat, istighfar, oleh karena itulah penghulu anak Adam dan imam orang-orang yang bertaqwa, Muhammad SAW selalu beristighfar kepada Allah dalam semua kondisi”.
Allah SWT telah memerintahkan hamba-hamba -Nya yang beriman untuk beristighfar dan Allah-pun menjanjikan mereka dengan ampunan. Allah SWT berfirman:
“dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”. (QS. Al-Nisa’: 106. Allah SWT) berfirman: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. "(QS. Muhammad: 19).
Allah SWT berfirman;
"Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Muzzammil: 20). Istighfar itu boleh untuk diri sendiri dan orang lain, Allah SWT berfirman: (Malaikat-malaikat) yang memikul Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,( QS. Gafir: 7)
Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.” (QS. Al-Hasyr; 10)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila anak Adam meninggal maka akan terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak shaleh yang selalu berdo’a untuknya”.
Tidak boleh memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik walaupun dia sebagai kekasih atau kerabat. Allah SWT berfirman:
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam. (114)Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. Al-Taubah: 13-14).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA berkata, Nabi Muhammad SAW mengunjungi kubur ibunya lalu beliau menangis dan membuat para shahabat yang lainpun menjadi menangis, dan beliau bersabda, “Aku meminta izin kepada Tuhanku agar aku memintakan ampun bagi ibuku namun Dia tidak mengizinkan aku, dan aku meminta izin untuk berziarah ke kuburnya maka Dia mengizinkan aku, berziarahlah ke kubur sebab hal tersebut mengingatkan kalian kepada akherat”. Allah SWT menerangkan bahwa istighfar untuk mereka tidak akan memberikan manfaat apapun dan Allah SWT tidak akan menerimanya dari orang yang melakukannya, Allah SWT berfirman:
بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Al-Taubah: 80)
Dan bacaan-bacaan istighfar itu sangat banyak, dan telah disebutkan di dalam hadits riwayat Abu Dawud dari Nabi Muhammad SAW, di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Zaid RA, budak Nabi Muhammad SAW bahwa dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan:
“Aku meminta ampun kepada -Mu Ya Allah, Yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia, Dialah Yang Maha Hidup dan Yang berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepada -Nya”. Maka akan diampuni dosanya sekalipun dia berlari dari peperangan”.
Dan ucapan istighfar yang paling afdhol adalah bacaan istighfar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Syaddad bin Aus berkata, “Penghulu istighfar itu adalah seorang hamba mengucapkan:
“Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkau-lah yang mencip-takan aku. Aku adalah hamba -Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan -Mu semampuku. Aku berlindung kepada -Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat -Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Barangsiapa yang membacanya pada waktu siang dengan penuh keyakinan lalu dia meninggal pada siang hari itu sebelum memasuki waktu sore maka dia termasuk penghuni surga, dan barangsiapa yang membacanya pada waktu malam dengan penuh keyakinan dan dirinya meninggal sebelum memasuki waktu pagi maka dia termasuk penghuni surga”.

Istighfar disyari’atkan pada setiap waktu, dan wajib bagi orang yang beristighfar untuk menjauhkan diri dari perbuatan dosa saat terjebak ke dalam dosa, dia harus istighfar darinya. Istighfar juga dianjurkan setelah mengerjakan amal shaleh, agar dia dapat menutupi kekurangan yang ada padanya, seperti beristighfar tiga kali setelah selesai menunaikan shalat, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, istighfar pada saat menjalankan ibadah haji. Allah SWT berfirman: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 199.)
Dan waktu istighfar yang paling baik adalah pada waktu akhir malam. Allah SWT berfirman:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”. (QS. Al-Dzariyat): 18. Allah SWT berfirman:
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. Ali Imron: 135-136).
Al-Fadhl bin Iyadh berkata: “Istighfar yang tidak dibarengi dengan menjauhkan diri dari dosa adalah taubatnya orang yang dusta, sama seperti apa yang dikatakan oleh Rabi’atul Adawiyah: Istighfar kita membutuhkan istighfar yang banyak.
Istighfar adalah sebab bagi turunnya hujan, mendatangkan harta dan anak. Allah SWT berfiraman:
وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12)
Istighfar adalah sebab bagi tertolaknya bencana. Allah SWT berfirman:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. (QS. Al-Anfal: 33).
Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Tidaklah suatu bencana diturunkan kecuali karena adanya dosa dan tidak ada yang mengangkatnya kecuali taubat”. Abu Musa berkata, “Kita memiliki dua perkara yang menjamin kemamanan kita, dan telah pergi salah satu dari keduanya, yaitu keberadaan Rasulullah Muhammad SAW di tengah-tengah kita dan tinggallah istighfar masih bersama kita, maka jika dia pergi binasalah kita ini”.
Istighfar adalah sebab turunnya rahmat Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Dia berkata: "Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat". (QS. Al-Naml: 46)
Isitgfar adalah penghapus dosa di dalam majlis. Diriwaytkan oleh Al-Tirmidzi di dalam sunannya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang berada pada sebuah majlis yang terjadi padanya keributan, lalu sebelum dirinya bangkit dari majlis itu hendaklah dia membaca:
“Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji -Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada -Mu.”

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

Sumber :www.islamhouse.com
Selengkapnya...

Hukum Menunduk Dan Mencium Tangan

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Pertanyaan 1: Apakah hukumnya mencium tangan? Apakah hukumnya mencium tangan orang yang mempunyai keutamaan seperti guru dan semisalnya? Apakah hukumnya mencium tangan paman dan selainnya yang sudah berusia lanjut? Apakah mencium tangan kedua orang tua dilarang secara syar'i? Sebagian orang menyebutkan bahwa hal itu mengandung keburukan.
Jawaban 1: Kami berpendapat bolehnya hal itu, apabila tujuannya untuk menghormati dan menghargai kedua orang tua, ulama, orang terhormat dan yang berusia lanjut dari karib kerabat dan yang lain. Ibnul A'rabi telah mengarang satu risalah dalam sebuah kitab tentang hukum mencium tangan dan semisalnya, yang berjudul muraja'ah.
Apabila mencium tangan ini ditujukan kepada karib kerabat yang berusia lanjut dan orang yang mempunyai keutamaan (ulama) maka hal itu untuk menghormati, bukan merupakan keburukan dan bukan pula kejelekan. Kami telah melihat sebagian guru kami mengingkari hal itu dan melarangnya. Hal itu karena sifat tawadhu' dari mereka, bukan karena mengharamkan nya. Wallahu A'lam.

Pertanyaan 2: Apakah hukumnya terhadap kebiasaan menundukkan kepala dan mencium lutut untuk Ahlul Bait (Keturunan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam, sayiid, asyraf)? Atau melakukan beberapa tindakan yang mengisyaratkan kesucian mereka seperti berdesakan untuk mendapatkan sisa air wudhu mereka dan semisal yang demikian itu?
Jawaban 2: Menunduk ini termasuk ibadah karena ia menyerupai ruku' yang merupakan bagian dari shalat. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam pernah ditanya tentang seseorang yang bertemu saudaranya, apakah ia menunduk untuknya? Beliau menjawab: 'Tidak'. Dikatakan: Apakah ia menciumnya? Beliau menjawab: 'Tidak.' Dikatakan: Apakah ia memegang tangannya dan menyalaminya? Beliau menjawab: 'Ya.' Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan yang lainnya dengan sanad yang shahih.
Demikian pula mencium lutut dipandang sebagai keburukan yang dianggap mengagungkan makhluk, sekalipun orang tersebut adalah ahlul bait, dan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam telah bersabda:
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Tidak ada keutamaan bagi bangsa arab atas bangsa ajam (non arab), kecuali dengan taqwa."
Tidak boleh melakukan tindakan atau perilaku yang merupakan taqdis (pensucian) terhadap mereka: seperti mengambil berkah dengan sisa air wudhu mereka, mengusap pakaian dan anggota tubuh mereka. Semua itu tidak boleh karena mereka adalah manusia. Telah diriwayatkan dari Ja'far Shadiq Radiallahu’anhum bahwa ia berkata yang maknanya: 'Sesungguhnya Allah Subhanahuwata’alla mengangkat orang yang taqwa lagi beriman sekalipun ia adalah seorang hamba dari Habasyah (Ethiopia) dan merendahkan derajat orang yang durhaka (maksiat) atau kafir sekalipun ia adalah seorang syarif dari suku Quraisy. Kemuliaan mereka di tentukan dengan taqwa, berdasarkan firman Allah Subhanahuwata’alla:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat:13)
Wallahu A'lam.

Sumber: www.islamhouse.com
Selengkapnya...