Jumat, 28 September 2012

PEMICU UTAMA SIKSA KUBUR

Sebab-sebab yang memicu siksa kubur yang menimpa penghuni alam barzakh terbagi menjadi dua macam:

Pertama, sebab umum yaitu mereka disiksa karena kejahilan mereka terhadap Allah, tidak menunaikan ketaatan dan melakukan kemaksiatan. Allah tidak menyiksa ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, mengikuti perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan tidak menyiksa badan untuk selamanya selagi kondisi ruhnya demikian. Dan siksa kubur dan azab akhirat menimpa seorang hamba akibat murka dan marah Allah kepadanya. Siapa yang perbuatan mengundang murka dan marah Nya di dunia dengan melakukan maksiat sampai mati belum sempat bertobat, maka ia mendapat siksa kubur sesuai kadar murka dan marah Allah kepadanya.

Kedua, sebab khusus sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah tentang dua orang yang disiksa di alam kuburnya: orang yang pertama disiksa karena namimah di tengah manusia dan orang yang kedua disiksa karena tidak menjaga percikan kencing. Kemudian beliau juga menyebutkan orang disiksa karena shalat tanpa bersuci, orang disiksa karena melewati orang teraniaya tapi tidak menolongnya, orang disiksa karena diberi Al-Qur'an tapi tidak shalat malam dan tidak mengamalkannya, mereka disiksa karena berzina, mereka disiksa karena memakai harta riba, mereka disiksa karena malas shalat subuh, mereka disiksa karena tidak mau membayar zakat, mereka disiksa karena menyulut api fitnah di tengah umat manusia, mereka disiksa karena sombong dan congkak, mereka disiksa karena beramal riya, dan mereka disiksa karena suka mengumpat dan menghina orang lain.1

Akan tetapi mayoritas siksa kubur diakibatkan karena tidak menjaga percikan kencing, ghibah atau namimah sebagaimana yang dijelaskan Nabi صلي الله عليه وسلم dalam sabdanya:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
"Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjalan di muka bumi dengan namimah”. Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah dan membelah menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setiap kubviran satu pelepah kurma. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan itu?" Beliau bersabda, "Mudah-mudahkan diringankan (siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering." 2

Bahkan kencing menjadi faktor utama dan dominai siksa kubur seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ
"Kebanyakan azab kubur dari kencing." 3
Imam Qatadah berkata, "Sesungguhnya (mayoritas; siksa kubur berasal dari tiga perkara: ghibah, namimah dan kencing."4
Sebagian ulama menyingkap alasan, kenapa mayoritas siksa kubur disebabkan percikan kencing, namimah atau ghibah. Karena kuburan adalah rintangan pertama kali akhirat dan di dalamnya terdapat berbagai macam kejadian sebagai rentetan peristiwa yang akan terjadi setelah Hari Kiamat, baik berupa siksa atau pahala.
Sedangkan maksiat yang dilakukan seorang hamba ada dua macam, yakni maksiat yang terkait dengan hak Allah dan maksiat yang terkait dengan hak hamba.
Sementara hak Allah yang pertama kali dihisab adalah shalat dan hak hamba yang pertama dihisab adalah darah.
Adapun di alam Barzakh diputuskan pembuka dan pemicu utamanya, sementara pembuka shalat adalah bersuci dari hadats dan najis sedangkan pembuka pertumpahan darah adalah namimah dan ghibah. Dan keduanya merupakan dosa paling mudah terjadi, sehingga awal perhitungan dan siksaan di alam Barzakh dimulai dengan kencing dan namimah atau ghibah.5
Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc خفظه الله
sumber :http://ibnumajjah.wordpress.com Catatan Kaki:
--------------------------------------------------------------------------------
1.Lihat al-lrsyad lla Shahihal-lqtiqad, Syaikh Shalih al-Fauzan, hl. 321-322.
2.Telah berlalu takhrij-nya.
3.Shahih, HR. Ahmad dan Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Irwaul Ghalil (280).
4.Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal.162.
5.Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal.142-143.
Selengkapnya...

BENTUK-BENTUK SIKSA KUBUR

Bentuk dan macam siksa kubur banyak sekali, di antara bentuk dan macam siksa kubur yang menimpa para penghuninya adalah:
a. Alam Kubur Sangat Gelap dan Seram
b. Azab Kubur Dipukul dengan Cemeti Besi
c. Azab Kubur dengan Diimpit Bumi
d. Azab Kubur dengan Dibelit Ular Berbisa
e. Azab Kubur Dibakar dengan Api
f. Azab Kubur untuk Orang Sombong
g. Azab Kubur bagi Koruptor dan Pemakan Harta Haram
h. Azab Kubur Bagi Orang yang Suka Ghibah atau Namimah dan Tidak Menjaga Kencing
i. Azab Kubur Bagi Khatib Gadungan
j. Azab Kubur yang Menimpa Pendusta, Pezina, Pemakan Riba, Meninggalkan Shalat dan Orang yang Menelantarkan Al-Qur'an

Alam Kubur Sangat Gelap dan Seram Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: إِنَّ هَذِهِ اَلْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا, وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ "Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi dengan kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah Azza wa Jalla memberi cahaya pada kuburan itu dengan shalatku atas mereka." 1

Azab Kubur Dipukul dengan Cemeti Besi Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتُوُلِّيَ وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأَقْعَدَاهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنْ النَّارِ أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَرَاهُمَا جَمِيعًا وَأَمَّا الْكَافِرُ أَوْ الْمُنَافِقُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ "Sesungguhnya seorang hamba ketika diletakkan di liang kubur dan para pengantar pulang maka ia mendengar suara terompah mereka. Datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya kemudian bertanya, Apa komentarmu tentang Muhammad?' Adapun orang mukmin menjawab, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya.' Maka dikatakan kepadanya, 'Lihat tempat tinggalmu dari api neraka telah diganti oleh Allah dengan tempat tinggal dari surga.' Maka ia bisa melihat keduanya. Dan adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanya, Apa komentarmu tentang orang ini (Muhammad)?' Dia menjawab, 'Aku tidak tahu. Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang.' Maka dikatakan kepadanya, 'Kamu tidak mengerti dan tidak tahu.' Dan dia dipukul dengan gadam yang terbuat dari besi sekali pukulan. Maka ia berteriak kencang hingga didengar makhluk yang ada disekitarnya kecuali manusia dan jin!”.2

Azab Kubur dengan Diimpit Bumi Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, "Pada suatu hari ketika Saad bin Muadz dikubur maka Nabi صلي الله عليه وسلم duduk di hadapan kuburannya lalu bersabda, 'Seandainya seseorang bisa selamat dari siksa kubur atau pertanyaan di alam kubur maka Sa'ad bin Muadz pasti selamat darinya, namun dia diimpit dengan sekali impitan kemudian dilonggarkan darinya.” 3

Azab Kubur dengan Dibelit Ular Berbisa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: يُرْسَلُ عَلَي الكَافِرِ حَيَّتَانِ وَاحِدَةٌ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ وَأُخْرَي مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ تَقْرِضَانِهِ قَرْضًا كُلَّمَا فَرَغَتَا عَادَتَا إِلَي يَوْمِ القِيَامَةِ "Dikirim kepada orang kafir dua ekor ular, seekor ular dari arah kepalanya dan yang lainnya dari arah kakinya yang membelitnya dengan kuat, ketika tuntas maka kembali membelitnya hingga Hari Kiamat.”4

Azab Kubur Dibakar dengan Api Sebagian penghuni kubur disiksa dengan api neraka pada pagi dan petang1 seperti firman Allah: ثُمَّ أَرْسَلْنَا مُوسَى وَأَخَاهُ هَارُونَ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُّبِينٍ. إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْماً عَالِينَ "Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (kebesaran Kami), dan bukti yang nyata. Kepada Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong.” (QS Al-Mukminun [23]: 45-46). 5

Azab Kubur untuk Orang Sombong Di antara pemicu siksa kubur adalah sikap angkuh dan sombong, sebagaimana sabda Nabi صلي الله عليه وسلم: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ "Ketika seseorang sedang berjalan, mengenakan pakaian yang merasa bangga diri dan rambut tersisir dengan baik, tiba-tiba Allah tenggelamkan ke bumi dan dia dalam keadaan sekarat hingga Hari Kiamat."6

Azab Kubur bagi Koruptor dan Pemakan Harta Haram Rasulullah bersabda: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَخَذَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنْ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا "Dan demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sunggnya sehelai kain kecil dari harta ghanimah yang dia curi pada perang Khaibar yang diluar pembagian ghanimah akan menjadi bara api (di alam kuburnya)."7

Azab Kubur Bagi Orang yang Suka Ghibah atau Namimah dan Tidak Menjaga Kencing Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا "Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa dalam perkara besar. Adapun yang pertama tidak menjaga dari percikan kencing dan yang kedua berjala' di muka bumi dengan namimah." Kemudian beliu mengambil pelepah kurma basah dan membelai menjadi dua lalu beliau menancapkan pada setia} kuburan satu pelepah kurma." Mereka berkata "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan itu?" Beliau bersabda, "Mudah-mudahkan diringankan (siksa kubur) dari keduanya, selagi (pelepah kurma itu) belum kering."8

Azab Kubur Bagi Khatib Gadungan Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: "Aku pernah mendatangi sekelompok laki-laki pada waktu Isra' mi'rajku yang lisan mereka sedang dipotong-potong dengan alat pemotong dari neraka. Aku bertanya, 'Siapakah mereka, wahai Jibril?' Beliau menjawab, 'Mereka adalah para khatib dari umatmu yang memerintahkan manusia dengan kebaikan sementara melupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca al-Kitab, apakah mereka tidak berfikir?'" 9

Azab Kubur yang Menimpa Pendusta, Pezina, Pemakan Riba, Meninggalkan Shalat dan Orang yang Menelantarkan Al-Qur'an Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda: لَكِنِّي رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخَذَا بِيَدِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ فَإِذَا رَجُلٌ جَالِسٌ وَرَجُلٌ قَائِمٌ بِيَدِهِ كَلُّوبٌ مِنْ حَدِيدٍ قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ مُوسَى إِنَّهُ يُدْخِلُ ذَلِكَ الْكَلُّوبَ فِي شِدْقِهِ حَتَّى يَبْلُغَ قَفَاهُ ثُمَّ يَفْعَلُ بِشِدْقِهِ الْآخَرِ مِثْلَ ذَلِكَ وَيَلْتَئِمُ شِدْقُهُ هَذَا فَيَعُودُ فَيَصْنَعُ مِثْلَهُ قُلْتُ مَا هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ عَلَى قَفَاهُ وَرَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِهِ بِفِهْرٍ أَوْ صَخْرَةٍ فَيَشْدَخُ بِهِ رَأْسَهُ فَإِذَا ضَرَبَهُ تَدَهْدَهَ الْحَجَرُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ لِيَأْخُذَهُ فَلَا يَرْجِعُ إِلَى هَذَا حَتَّى يَلْتَئِمَ رَأْسُهُ وَعَادَ رَأْسُهُ كَمَا هُوَ فَعَادَ إِلَيْهِ فَضَرَبَهُ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا إِلَى ثَقْبٍ مِثْلِ التَّنُّورِ أَعْلَاهُ ضَيِّقٌ وَأَسْفَلُهُ وَاسِعٌ يَتَوَقَّدُ تَحْتَهُ نَارًا فَإِذَا اقْتَرَبَ ارْتَفَعُوا حَتَّى كَادَ أَنْ يَخْرُجُوا فَإِذَا خَمَدَتْ رَجَعُوا فِيهَا وَفِيهَا رِجَالٌ وَنِسَاءٌ عُرَاةٌ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى وَسَطِ النَّهَرِ قَالَ يَزِيدُ وَوَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ وَعَلَى شَطِّ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا قَالَا انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى انْتَهَيْنَا إِلَى رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ فِيهَا شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ وَفِي أَصْلِهَا شَيْخٌ وَصِبْيَانٌ وَإِذَا رَجُلٌ قَرِيبٌ مِنْ الشَّجَرَةِ بَيْنَ يَدَيْهِ نَارٌ يُوقِدُهَا فَصَعِدَا بِي فِي الشَّجَرَةِ وَأَدْخَلَانِي دَارًا لَمْ أَرَ قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهَا فِيهَا رِجَالٌ شُيُوخٌ وَشَبَابٌ وَنِسَاءٌ وَصِبْيَانٌ ثُمَّ أَخْرَجَانِي مِنْهَا فَصَعِدَا بِي الشَّجَرَةَ فَأَدْخَلَانِي دَارًا هِيَ أَحْسَنُ وَأَفْضَلُ فِيهَا شُيُوخٌ وَشَبَابٌ قُلْتُ طَوَّفْتُمَانِي اللَّيْلَةَ فَأَخْبِرَانِي عَمَّا رَأَيْتُ قَالَا نَعَمْ أَمَّا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يُحَدِّثُ بِالْكَذْبَةِ فَتُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ يُشْدَخُ رَأْسُهُ فَرَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَنَامَ عَنْهُ بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْمَلْ فِيهِ بِالنَّهَارِ يُفْعَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي الثَّقْبِ فَهُمْ الزُّنَاةُ وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُوا الرِّبَا وَالشَّيْخُ فِي أَصْلِ الشَّجَرَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَالصِّبْيَانُ حَوْلَهُ فَأَوْلَادُ النَّاسِ وَالَّذِي يُوقِدُ النَّارَ مَالِكٌ خَازِنُ النَّارِ وَالدَّارُ الْأُولَى الَّتِي دَخَلْتَ دَارُ عَامَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَأَمَّا هَذِهِ الدَّارُ فَدَارُ الشُّهَدَاءِ وَأَنَا جِبْرِيلُ وَهَذَا مِيكَائِيلُ فَارْفَعْ رَأْسَكَ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا فَوْقِي مِثْلُ السَّحَابِ قَالَا ذَاكَ مَنْزِلُكَ قُلْتُ دَعَانِي أَدْخُلْ مَنْزِلِي قَالَا إِنَّهُ بَقِيَ لَكَ عُمُرٌ لَمْ تَسْتَكْمِلْهُ فَلَوْ اسْتَكْمَلْتَ أَتَيْتَ مَنْزِلَكَ "Akan tetapi aku bermimpi didatangi oleh dua orang lelaki lalu keduanya memegang tanganku dan keduanya membawaku ke bumi yang disucikan, tiba-tiba aku dapati seorang yang sedang duduk dan seorang lagi sedang berdiri sementara di tangannya memegang tombak dari besi. Sebagian sahabat kami berkata, 'Dari Musa.' Tombak besi itu ditusukkan pada pojok mulut hingga tembus ke tengkuk. Kemudian ditusukkan pada pojok mulut sebelahnya seperti itu. Setelah pojok mulut pulih kembali maka disiksa lagi seperti itu. "Aku bertanya, 'Siapakah dia itu?' Kedua orang itu berkata, 'Pergilah.' Maka kami pergi hingga bertemu dengan orang yang sedang tidur terlentang dan seorang lagi berdiri di atas kepalanya dengan memegang alat pemukul atau batu besar lalu dihantamkan ke arah kepalanya. Ketika dihantam dengan batu maka batu tersebut terpental. Maka orang itu pergi untuk mengambilnya dan tidaklah orang itu kembali melain­kan kepala tersebut rekat dan kembali seperti semula. Orang itu kembali kepadanya dan memukulnya. "Aku bertanya, 'Siapakah dia itu?' Keduanya berkata, 'Pergilah!' Maka kami pergi hingga sampai di suatu tempat yang berlubang besar seperti dapur roti bagian atas sempit sedangkan bagian bawah lebar. Dari arah bawah ada api yang menyala. Ketika api mendekat, maka mereka terangkat hingga mereka hampir keluar dan ketika api padam mereka kembali ke tempat semula. Dan di dalamnya terdapat kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam kondisi telanjang. Maka aku bertanya, 'Siapakah mereka itu?' Keduanya berkata, 'Pergilah!" Maka kami pergi hingga kami mendatangi sebuah sungai darah, sementara ditengah sungai ada seorang lelaki yang berdiri. Dan di tepi sungai ada seorang lelaki yang di hadapanya ada batu­-batu. Ketika orang yang di tengah sungai berenang ketepi dan hendak keluar darinya maka orang tersebut melemparkan batu tepat pada mulutnya. Orang tersebut kembali ke tempat semula. Dan setiap orang tersebut ingin ke tepi dan hendak keluar maka dilempar dengan batu hingga kembali ke tempat semula. Aku bertanya, 'Siapakah dia itu?' Keduanya berkah 'Pergilah.'Maka kami pergi hingga kami sampai di suah taman yang sangat hijau. Dan di dalamnya terdapat pohon yang sangat besar dan di bawah pohon ada orang tua dan anak-anak. Sementara ada orang laki-laki yang dekat dengan pohon di tangannya memegang api yang dia nyalakan lalu dia membawaku ke atas pohon dan memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang belum pernah aku lihat suatu rumah sebagus itu. Di dalamnu terdapat kaum laki-laki tua, para pemuda, kaum wanita dan anak-anak. Kemudian keduanya membawaku keluar darinya dan menaikkanku ke pohon dan memasukkan ku ke sebuah rumah yang lebih bagus dan lebih indah. Di dalamnya terdapat kaum lelaki tua dan para pemuda. Aku berkata, 'Kalian berdua telah membawaku berkeliling semalam suntuk, maka kabarkan kepadaku tentang apa yang aku lihat?'Keduanya berkata, 'Ya Adapun orang yang ditusuk pojok mulutnya adalah pendusta yang berbicara kedustaan. Lalu diambil suatu kabar darinya hingga tersebar ke seluruh penjuru dunia dan dia disiksa sebagaimana yang kamu lihat hingga Hari Kiamat. Adapun orang yang dihantam kepalanya dengan batu adalah orang yang diajarkan Allah tentang Al-Qur'an lalu tidur di malam hari dan tidak mengamalkan (Al-Qur'an) di siang hari maka dia disiksa hingga Kiamat. Mereka yang kamu lihat berada di lubang besar maka mereka adalah para pezina. Dan orang yang kamu lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba. Dan orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim, sementara anak-anak yang berada di sekitarnya adalah anak-anak umat manusia. Dan orang yang menyalakan api adalah malaikat Malik penjaga neraka. Rumah yang kamu masuki pertama kali adalah rumah hunian kaum mukminin secara umum. Adapun rumah berikutnya adalah rumah orang-orang yang mati syahid. Dan Aku adalah Jibril sedang ini adalah Mikail. Maka angkatlah kepalamu.' "Maka aku mengangkat kepalaku tiba-tiba ke arah atas aku melihat seperti mendung. Keduanya berkata, 'Itu adalah rumahmu.' "Aku berkata, 'Biarkan aku masuk ke rumahku.' Kedua­nya berkata, 'Sesungguhnya kamu masih punya sisa umur yang belum kamu habiskan, jika kamu telah me­nyempurnakan umurmu, maka kamu akan memasuki rumahmu.” 10

Catatan Kaki: --------------------------------------------------------------------------------
1. Telah Berlalu takhrijnya
2. Shahih, HR. Bukhari
3. Telah berlalu Takhrij-nya
4. Hasan diriwayatkan Imam al-Haitsami dan beliau berkata: Diriwayatkan Ahmad dan sanad hadits ini hasan. No: 3/180 (4284).
5. Maksud Penulis mungkin adalah firman Allah: النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوّاً وَعَشِيّاً وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (QS Al-Mu’min/ Ghofir [40]: 46) Ibnu Majjah
6. Shahih, HR. Bukhari
7. Shahih, HR. Bukhari dan Muslim
8 Shahih, HR. Bukhari dan Muslim
9. Shahih diriwayatkan Imam al-Haitsami dalam Majma Zawaid dan beliau berkata: Hadits ini diriwayatkan Abu Ya'la dan para perawinya adalah para perawi hadits shahih. (7/279) dan lihat Shahihul Jami' no: 129.
10. Shahih, HR. Bukhari
Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc خفظه الله
sumber :http://ibnumajjah.wordpress.com
Selengkapnya...

SIKSA KUBUR MENIMPA JASAD DAN RUH

Menurut pendapat yang shahih siksa kubur menimpa jasad dan ruh seperti yang telah ditegaskan dalam hadits-hadits berikut ini: Dari Anas bin Malik رضي الله عنه bahwa seorang lelaki atau wanita berkulit hitam, tukang sapu masjid meninggal dunia lalu dikubur pada malam hari, kemudian di­beritahukan kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم, dan beliau bersabda: إِنَّ هَذِهِ اَلْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا, وَإِنَّ اَللَّهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ "Sesungguhnya kuburan ini dipenuhi dengan kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah Azza wa Jalla memberi cahaya pada kuburan itu dengan shalatku atas mereka." Maka beliau mendatangi kuburannya dan shalat atasnya.1 Dan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: "Pada suatu hari ketika Saad bin Muadz dikubur maka Nabi صلي الله عليه وسلم duduk di hadapan kuburannya lalu bersabda: 'Seandainya seseorang bisa selamat dari siksa kubur atau pertanyaan di alam kubur maka Sa'ad bin Muadz pasti selamat darinya, namun dia diimpit dengan sekali impitan kemudian dilonggarkan darinya.'" 2 Menurut pendapat yang benar bahwa siksa kubur menimpa ruh dan jasad seperti yang telah ditegaskan Imam Ibnu Rajab, "Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa siksa kubur menimpa jasad dan ruh adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang mayat yang diimpit di alam kuburnya hingga tulang rusuknya hancur berantakan. Kalau siksa kubur hanya menimpa ruh saja maka tidak hanya khusus terjadi di alam kubur saja dan tidak perlu dinisbatkan kepadanya." 3 Imam As-Subki berkata, "Kembalinya ruh ke jasad di alam kubur merupakan ketetapan (final) berdasarkan hadits shahih yang berlaku bagi semua mayat terutama bagi orang-orang yang mati syahid.” 4 Ibnu Qayyim berkata, "Jika kamu telah mengetahui beberapa pendapat yang batil, maka ketahuilah madzhab salaful ummah dan para imam sunnah (bersepakat) bahwa seorang hamba setelah mati berada dalam nikmat atau azab di alam kubur. Dan demikian itu menimpa ruh dan jasadnya. Dan setelah ruh berpisah dari badan maka ia terus berada dalam nikmat atau azab. Dan terkadang menimpa badan sehingga ia mendapat nikmat atau azab. Kemudian pada saat kiamat besar maka ruh-ruh tersebut dikembalikan ke badan lalu semuanya bangkit dari alam kubur mereka untuk menghadap Rabbul Alamin. Sedang kembalinya ruh ke jasad telah terjadi kata sepakat antara kaum muslimin, Yahudi dan Nasrani."5 Inilah yang dimaksud sabda Nabi, "Sesungguhnya nyawa orang beriman berbentuk burung yang bertengger di pohon surga hingga dikembalikan Allah ke jasadnya pada hari Allah membangkitkannya." 6 Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc خفظه الله sumber :http://ibnumajjah.wordpress.com Catatan Kaki: -------------------------------------------------------------------------------- Shahih, HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Imam al-Haitsami dalam MajmaZawaidnya (4191) 3/ 145-146 dari Anas bin Malik Shahih diriwayatkan Imam at-Thabrani dalam al-Kabir (10827), Imam al-Haitsami dalam Majma Zawaidnya (4257) dan Silsilah Ahadits Shahihah (1695). Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal. 192. Lihat Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal. 204. Lihat Kitab ar-Ruh, Ibnu Qayyim, hal. 69 Imam as-Suyuthi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan Imam Malik, Ahmad dan Nasa'i dengan Sanad yang shahih. Imam Ibnu Katsir berkata: Hadits ini sandanya shahih (lihat Syarhus Sudur, hal. 306 dan Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat ali Imran ayat: 169.) Selengkapnya...

DERITA DAN NIKMAT ALAM BARZAKH

Seorang muslim wajib beriman bahwa azab kubur merupakan perkara yang haq, dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir kepada penghuni kubur tentang Tuhannya, agamanya dan Nabinya suatu perkara yang pasti.1 Maka Abu Abdullah berkata, "azab kubur suatu yang hak dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang sesat dan menyesatkan." 2 Dan demikian itu berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah dan ijma sahabat, maka kuburan merupakan liang dari taman surga atau liang dari jurang neraka, sehingga ketika seorang hamba mati dan dimasukkan ke liang kubur berarti ia telah mengawali alam akhiratnya. Ketahuilah, para pembela kebenaran sepakat bahwa Allah menciptakan untuk sang mayat suatu kehidupan yang bisa berupa kesengsaraan dan kelezatan di alam kubur.3 Dan seorang tidak tahu secara persis berapa lama ia harus tinggal di kampung hunian kuburan tersebut, kuburan adalah alam yang paling menakutkan setiap salafush shalih. Dalam hadits Barra bin Azib رضي الله عنه yang panjang, bahwa tatkala Rasulullah duduk di kuburan beliau bersabda "Berlindunglah kalian kepada Allah dari azab kubur." Ucapan itu diulang hingga dua atau tiga kali, kemudian beliau menuturkan tentang kondisi mayat mukmin dengan bersabda, "Maka ruhnya dikembalikan ke jasadnya kemudian datanglah dua malaikat dan keduanya mendudukkannya lalu keduanya bertanya, 'Siapakah Tuhanmu?' Maka ia menjawab, 'Tuhanku adalah Allah. Keduanya bertanya lagi, 'Apa agamamu?' Maka ia men jawab, 'Agamaku adalah Islam.' Keduanya bertanya lagi "Siapa orang yang diutus kepadamu?' Maka ia menjawab 'Dia adalah Muhammad sebagai utusan Allah’. Lalu keduanya bertanya kepadanya, 'Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu?' Ia menjawab, 'Saya membaca Kitabullah lalu saya beriman dan membenarkannya.'" "Maka terdengarlah dari langit suara panggilan yang memanggil. 'Jawaban hamba-Ku sudah benar. Maka hamparkanlah (permadani) dari surga dan bukakan pintu menuju arah surga serta berikanlah pakaian dari surga.' Beliau bersabda, "Maka masuklah ke alam kubur aroma semerbak dan wanginya surga lalu alam kuburnya diluaskan sejauh pandangan matanya." Beliau melanjutkan, "Maka datanglah seorang lelaki yang berwajah tampan, berpakaian bagus dan me­namakan wewangian lalu ia berkata, 'Bergembiralah dengan sesuatu yang pernah dijanjikan kepadamu. Maka si mayat bertanya kepadanya, 'Siapa kamu? Wajahmu datang membawa kebaikan.' Maka ia menjawab, 'Maka saya adalah amal shalihmu.' Maka ia berkata, 'Ya Allah, bangkitkan segera Hari Kiamat hingga aku bisa kembali kepada keluargaku dan hartaku.' Kemudian beliau menceritakan kematian orang kafir beliau bersabda, "Maka ruhnya dikembalikan ke jasadnya lalu datanglah dua malaikat dan mendudukkan­nya lalu keduanya bertanya kepadanya, 'Siapa Tuhanmu?' la menjawab, 'Ha... ha... saya tidak tahu’. Lalu keduanya berlanya lagi, 'Apa agamamu?' Ia menjawab, 'Ha... ha... saya tidak tahu’. Keduanya bertanya lagi, "Siapa yang diutus kepadamu menjadi nabi?' Ia menjawab, 'Ha... ha saya tidak tahu’. Maka terdengarlah suara panggilan memanggil dari alas langit, "Ia berdusta. Hamparkanlah permadani dari neraka, berikanlah pakaian dari neraka dan bukakanlah pintu menuju neraka." Beliau bersabda, "Maka masuklah panasnya dan racunnya neraka, sehingga tulang rusuknya berantakan dan datanglah seorang lelaki yang berwajah buruk, berpakaian kumal dan berbau busuk. Lalu ia berkata, 'bergembiralah dengan nasib buruk ini yang telah dijanjikan kepadamu sebelumnya.' Si mayat bertanya, 'Siapakah dirimu? Datang berwajah buruk?. Ia menjawab 'Saya adalah amal burukmu’. Maka ia berkata, 'Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau bangkitkan Hari Kiamat.'" Ada tambahan dari hadits Jarir bahwa beliau bersabda, "Kemudian dihadirkan orang buta dan bisu yang ditangannya terdapat cemeti terbuat dari besi. Andaikata digunakan untuk memukul gunung, maka gunung itu akan menjadi debu bertebaran." 4 Begitulah wahai saudaraku, kenikmatan surga bisa sampai kepada hamba pada saat masih berada di alan kubur, dan demikian pula siksaan neraka sampai kepada hamba pada saat masih berada di alam kubur, hingga malaikat Israfil meniup sangkakala sebagai pertanda Hari Kiamat tiba. Pasca kematian bukan tempat peristirahatan namun alam pertanggungjawaban dan tempat untuk menghisab seluruh amal perbuatan, maka sang penyair berkata: "Jikalau kita telah mati dibiarkan maka kematian menjadi tujuan setiap yang hidup. Tetapi tatkala kita mati pasti dibangkitkan dan ditanya tentang segala sesuatu." Wahai Dzat pengambil nyawa dari jiwa manusia pada saat kematian, wahai Dzat Pengampun dosa, jauhkanlah kami dari siksa kubur. Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc خفظه الله Catatan Kaki: -------------------------------------------------------------------------------- Lihat Tahdzib Syarah Thahawiyah, hal. 237. Lihat Kitab ar-Ruh, Ibnu Qayyim, hal. 76 Lihat Syarah Fikih Akbar, Mullah al-Qari, hal. 209. Shahih, HR. Abu Daud, Ahmad dan Hakim dalam Mustadraknya dan beliau berkata bahwa hadits ini shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim dan dishahihkan Ibnu Qayyim dalam Tadzhibus Sunan 4/ 348-349 Selengkapnya...

SERAMNYA ALAM KUBUR

Dari Hani' Maula Utsman berkata bahwa ketika Utsman bin Affan berdiri di depan kuburan, beliau Menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Lalu dikatakan kepadanya, "Diceritakan kepadamu tentang Surga dan Neraka kamu tidak menangis, tetapi kamu menangis dari ini." Maka beliau berkata bahwa Rsulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا الْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ “Kuburan adalah awal rintangan dari beberapa rintangan alam akhirat. Jika sukses di alam itu maka setelahnya lebih mudah, dan jika tidak sukses maka setelahnya lebih susah." Kemudian beliau berkata bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda, "Tiada pemandangan yang pernah saya lihat melainkan kuburan yang paling menyeramkan." 1 Ketika seseorang hamba diantar ke kuburan dia disertai tiga hal, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Dan yang kembali pulang dua hal yaitu harta dan keluarganya, sedangkan yang mengikutinya ham amalnya, seperti yang telah ditegaskan Rasulullah صلي الله عليه وسلم dalam sabdanya: يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ "Suatu yang mengikuti mayat ada tiga, kembali pulang dua dan ikut bersamanya satu; dihantarkan keluarganya, hartanya dan amalnya, maka kembali pulang keluarganya dan hartanya dan yang tersisa (bersamanya) amalnya.2 Dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya berkata: “Ketika dinding rumah Nabi صلي الله عليه وسلم roboh sementara Umar bin Abdul Aziz pada saat itu sedang berada di Madinah, tiba-tiba telapak kaki salah seorang penghuni kuburan yang dikubur di rumah itu terlihat dan telapak kaki itu terkena sesuatu sehingga berdarah. Maka Umar bin Abdul Aziz kaget sekali, lalu Urwah masuk ke rumah tersebut. Ternyata telapak kaki itu adalah telapak kaki Umar bin Khaththab. Maka Urwah berkata kepada beliau, 'Engkau jangan kaget, kaki tersebut adalah kaki Umar bin Khaththab رضي الله عنه.' Lalu beliau menyuruh membangun kembali dinding tersebut dan dikembalikan seperti keadaan semula." 3 Abu Umamah al-Bahili berkata, "Sesungguhnya kalian pada pagi dan petang berada dalam hunian yang meraup kebaikan dan keburukan. Dan hampir-hampir kalian akan pergi meninggalkannya menuju hunian lain yaitu kuburan, suatu hunian yang sangat menyeramkan dan rumah yang sangat gelap, tempat tinggal yang sangat sempit kecuali yang diluaskan Allah, kemudian kalian akan dibangkitkan pada Hari Kiamat." 4 Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata kepada salah seorang pendampingnya, "Wahai Fulan, Aku tadi malam tidak bisa tidur karena merenungkan sesuatu." Dia berkata, "Apa yang sedang Engkau renungkan, wahai Amirul Mukmmin?" Beliau menjawab, "Aku sedang merenungkan kuburan dan penghuninya. Jika kamu menyaksikan mayat pada hari ketiganya di dalam kubur, niscaya kamu akan mendapatkan suatu bentuk sangat mengerikan walaupun sebelum mati dia sangat menawan hati. Kamu menyaksikan suatu hunian penuh dengan binatang binatang yang menyeramkan, badan yang mulai mengembung dan bernanah yang dibuat santapan cacing tanah, sedang tubuh mulai membusuk, kain kafan mulai hancur, sementara dahulu di dunia penampilannya sangat menawan, aroma tubuhnya sangat semerbak wangi dengan parfum dan pakaiannya sangat bersih dan indah." Setelah itu beliau tersungkur pingsan.5 Dari Yahya bin Abu Katsir bahwa Abu Bakar رضي الله عنه pernah berkhutbah, "Di manakah mereka yang berwajah rupawan, yang bangga dengan usia remajanya, yang silau dengan keperkasaannya, namun hal itu tidak pernah dipersembahkan untuk peperangan? Di manakah mereka yang telah membangun kota-kota besar yang dilindungi dengan benteng-benteng yang kokoh? Semuanya telah ditelan oleh masa dan semuanya akan menuju kepada gelapnya kuburan.6 Umar bin Dzar berkata, "Andaikata orang yang sehat wal'afiyat mengetahui tubuh penghuni alam kubur hancur lebur (dimakan cacing tanah), maka mereka akan sungguh-sungguh dan serius selama berada di dunia karena takut pada suatu hari, di mana hati dan mata tercengang karena ketakutan.7 Abu Abdurahman al-Umari al-Abid berkata, "Wahai para pemilik istana-istana yang megah! Ingatlah gelapnya hiburan yang menyeramkan, wahai orang-orang yang bergelimang kenikmatan dan kelezatan, ingatlah cacing tanah, darah campur nanah dan hancurnya jasad bersama tanah." 8 Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc خفظه الله Catatan Kaki: -------------------------------------------------------------------------------- Hasan, HR. Tirmidzi dan Ibnu Majjah., lihat Shahihul Jami’ No.5623 Shahih, HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i., lihat Shahihul Jami’ No.8017 Lihat Kitab Majmu Rasail Ibnu Rajab, Risalah Ahwalul Qubur, hal. 175. idem, hal. 258. idem, hal. 290. idem, hal. 295. idem, hal. 296. idem, hal. 260. Selengkapnya...

Kamis, 27 September 2012

Selengkapnya...

E T I K A BERCAKAP-CAKAP

Manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya. Karena itu, inilah beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah:1. Berbicara santun, tidak nyerocos sendiri. Tak jarang ada seorang yang banyak bicara mengenai segala hal tanpa ada manfaat-nya, seolah-olah dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang. la menganggap diamnya orang di depannya menandakan ia kagum dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya. Dari Abu Tsalabah al-Khusyani رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di akhirat adalah yang ter-baik akhlaknya di antara kalian dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya; yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang. " Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa'di رحمه الله, "Sesungguhnya adab syar'i dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki bagian untuk itu. Kecuali bagi anak-anak kecil (pemula) dengan orang-orang tua, hendaknya mereka memelihara adab dengan tidak berbicara, kecuali sebagai bentuk jawaban untuk yang lainnya." 2. Tidak bicara mengangkat diri sendiri hanya sekadar untuk suatu kebanggaan. Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan perihal kecerdasan anaknya, kekayaan suaminya atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga. Pada asalnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Najm ayat 32: Imam An-Nawawi رحمه الله berkata, "Ketahuilah, bahwa menyebut kebaikan diri sendiri ada dua macam, ada yang tercela dan ada yang terpuji. Yang tercela yaitu ia menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain atau semisal itu. Yang terpuji jika hal iru diceritakan untuk suatu kemaslahatan agama seperti, amar ma'ruf nahi mungkar, menasihati, mengajar, mendidik, memberikan wejangan, mengingatkan, mendamaikan antara dua orang, menghindarkan diri dari bahaya dan semisal itu. Dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan tersebut ia meniatkan agar pendapatnya akan mudah diterima dan dapat dijadikan teladan." 3. Hati-hati ketika bicara agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara. Berkata Amr bin al-Ash رضي الله عنه, "Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedang ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan tidak membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali)." 4. Tidak terlalu banyak bertanya yang tidak perlu atau terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan. Termasuk aib bagi seseorang jika ia terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan sebelum yang bertanya menyelesaikan soalnya, atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada orang lain, bukan kepada dirinya. Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata, 'Ada dua perangai yang tidak akan menjauhkan kamu dari kebodohanya yaitu, terlalu cepat berpaling dan menjawab." 5. Tidak melayani pembicara orang-orang rendahan dan pandir. Berkata Ibnu Abbas رضي الله عنهما "Janganlah kau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena orang penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu." 6. Bicara sesuai dengan situasi dan kondisi majelis. Tidaklah layak jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa di kala situasi sedang sedih. Berkata Syaikh as Sa'di رحمه الله, "Termasuk adab yang baik adalah berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaan dan kedudukannya. Berbicara dengan ulama dengan belajar, mengambil manfaat dan menghormatinya. Dengan para penguasa dan pemimpin adalah dengan menghormati dan berbicara lembut serta sopan yang sesuai dengan kedudukan mereka. Dengan saudara dan sahabat adalah perkataan yang baik, bertukar pikiran tentang agama dan dunia serta bermuka ceria yang dapat menghilangkan kekakuan dan menghiasi majelis. Tidak mengapa bercanda asalkan jujur. Dengan para murid adalah dengan memberikan manfaat. Dengan keluarga dan kerabat adalah mengajari mereka kemaslahatan agama dan dunia, pendidikan rumah tangga dan menganjurkan mereka melakukan amalan yang bermanfaat buat mereka dengan dibarengi wajah ceria dan gurau, karena merekalah orang yang paling berhak dengan kebaikanmu. Dan kebaikan terbesar adalah mempergauli mereka dengan baik. Dengan para faqir miskin, berbicara dengan tawadhu', merendahkan diri dan menjauhi mengangkat diri serta bicara sombong terhadap mereka." 7. Ketahui jika lawan bicara bosan. Ibnu Mas'ud رضي الله عنه berkata, "Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara." 8. Menghargai pembicaraan seseorang sekalipun ia lebih tahu tentang hal itu. Mu'adz bin Sa'd al-A'war رحمه الله berkata, "Saya pernah duduk di samping Atha' bin Abi Rabah رحمه الله, lalu ada seorang yang menyampaikan suatu hadits, lantas ada yang meremehkan haditsnya. Atha' pun marah seraya berkata, "Perangai apa ini?! Sungguh, saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perlihatkan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa." 9. Tidak meninggalkan teman duduknya hingga menyelesaikan pembicaraan. Abu Mijlaz رحمه الله berkata, "Jika ada seseorang yang duduk dengan maksud menyampaikan sesuatu kepadamu, maka janganlah beranjak sampai engkau meminta izinnya." 10. Jangan terlalu cepat memvonis. Tatkala saudaranya berbicara tentang sesuatu, ia lantas mengucapkan, "Bukan begitu!", "Itu bohong!" dan semisalnya. Abdullah bin Amr bin al-Ash رضي الله عنه berkata, "Ada tiga orang dari Quraisy yang paling baik akhlaknya, paling putih wajahnya dan paling pemalu. Jika kalian ceritai mereka, mereka tidak akan mendustakan kalian. Jika kalian menceritakan sesuatu yang benar atau keliru, mereka tidak lantas mendustakannya; merekalah Abu Bakar, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah رضي الله عنهم." 11. Berusaha bercakap-cakap dengan anak-anak kecil untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, menguatkan akal mereka dan menambah keberanian serta percaya diri mereka. 12. Tidak mengeraskan suara tatkala berada di dalam majelis. (QS. Luqman ayat 19) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu,..” 13. Hindari banyak membicarakan wanita. Ahnaf bin Qais رحمه الله berwasiat, "Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan wanita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya." Walhamdulillah[] Sumber: Majalah al-Mawaddah, Vol. 48 _1433H/2012M, Rubrik Akhlak Karimah Selengkapnya...

Selasa, 22 Mei 2012

Pentingnya Amalan Hati
Kebanyakan orang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan dzohir. Kita dapati sebagian orang benar-benar berusaha untuk bisa sholat sebagaimana sholatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka seluruh gerakan-gerakan sholat Nabi yang terdapat dalam hadits-hadits yang shahih berusaha untuk diterapkannya. Sungguh ini merupakan kenikmatan dan kebahagian bagi orang yang seperti ini. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : صَلوُّا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلّي "Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat" Demikian juga perihalnya dengan haji, kebanyakan orang benar-benar berusaha untuk bisa berhaji sebagaimana haji Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ "Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku" Akan tetapi….. Ternyata banyak juga orang-orang yang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan yang dzohir –termasuk penulis sendiri- yang ternyata lalai dari amalan hati… Sebagai bukti betapa banyak orang yang bisa jadi gerakan sholatnya seratus persen sama seperti gerakan sholat Nabi akan tetapi apakah mereka juga memberi perhatian besar terhadap kekhusyu'an dalam sholat mereka?? Bukankah Nabi bersabda إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمُنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها "Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya" (HR bu Dawud no 761 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani) Al-Munaawi rahimahullah berkata أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ "Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu'an dan tadabbur (bacaan sholat) dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang mendatangkan kesempurnaan sholat" (Faidhul Qodiir 2/422) Bukankah khusyuk merupakan ruhnya sholat??. Bukankah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji orang beriman yang khusyuk dalam sholatnya?? Allah berfirman : قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya (QS Al-Mukminun : 1-2) Hal ini dengan jelas menunjukan akan pentingnya amalan hati. Oleh karananya Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata; وَفِي الأَثَرِ أَنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنُ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ "Dalam sebuah atsar bahwasanya sungguh dua orang berada di satu saf sholat namun perbedaan antara nilai sholat keduanya sebagaimana antara timur dan barat" (Minhaajus Sunnah 6/137) Sungguh merupakan perkara yang menyedihkan… banyak diantara kita yang memiliki ilmu yang tinggi, melakukan amalan-amalan dzohir yang luar biasa… akan tetapi dalam masalah amalan hati maka sangatlah lemah. Ada diantara mereka yang sangat mudah marah… sangat tidak sabar…kurang tawakkal…, yang hal ini menunjukkan lemahnya iman terhadap taqdiir. Tatkala datang perkara yang genting maka terlihat dia seperti anak kecil yang tidak sabar dan mudah marah… menunjukan lemahnya amalan hatinya. Meskipun ilmunya tinggi…, meskipun amalannya banyak.. akan tetapi ia adalah orang awam dalam masalah hati. Bahkan bisa jadi banyak orang awam yang jauh lebih baik darinya dalam amalan hati. Renungan… Renungkanlah hadits berikut ini sebagaimana dituturkan oleh Anas bin Malik radhiallahu 'anhu: كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى . فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ: نَعَمْ "Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliapun berkata : "Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga". Maka munculah seseorang dari kaum Anshoor, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka Abdullah bin 'Amr bin Al-'Aash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya : "Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu selama tiga hari?. Maka orang tersebut berkata, "Silahkan". Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya : وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ، فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ . قَالَ: فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ "Abdullah bin 'Amr bin al-'Aaash bercerita bahwasanya iapun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan sholat malam, hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka iapun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk sholat subuh. Abdullah bertutur : "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan. Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka akupun berkata kepadanya : Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali : Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga", lantas engkaulah yang muncul, maka akupun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku contohi, namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Maka apakah yang telah menyampaikan engkau sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?". Orang itu berkata : "Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat". Abdullah bertutur : "Tatkala aku berpaling pergi maka iapun memanggilku dan berkata : Amalanku hanyalah yang engkau lihat, hanya saja aku tidak menemukan perasaan dengki (jengkel) dalam hatiku kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasad kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya". Abdullah berkata, "Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surge-pen), dan inilah yang tidak kami mampui" (HR Ahmad 20/124 no 12697, dengan sanad yang shahih) Perhatikanlah hadits yang sangat agung ini, betapa tinggi nilai amalan hati di sisi Allah. Sahabat tersebut sampai dinyatakan sebagai penduduk surga oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebanyak tiga kali selama tiga hari berturut-turut. Padahal amalan hati yang ia lakukan –yaitu tidak dengki dan hasad- bukanlah amalan hati yang paling mulia, karena masih banyak amalan hati yang lebih mulia lagi seperti ikhlas, tawakkal, sabar, berhusnudzon kepada Allah, dan lain-lain. Namun demikian telah menjadikan sahabat ini menjadi penduduk surga. Padahal amalan dzohirnya sedikit, sahabat ini tidak rajin berpuasa sunnah dan tidak rajin sholat malam, akan tetapi yang menjadikannya mulia… adalah amalan hatinya. Hadits ini juga menunjukan bahwa amalan hati jauh lebih berat daripada amalan dzohir. Semua orang bisa saja puasa, semua orang bisa saja bangun sholat malam, semua orang bisa saja sholat sesuai sunnah Nabi, semua orang bisa saja berpakaian sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi… akan tetapi ..: - Betapa banyak diantara kita yang tahu akan bahayanya riyaa namun masih saja terlena dengan kenikmatan semu riyaa', bangga tatkala dipuji hingga kepala membesar hampir sebesar gunung… - Betapa banyak diantara kita yang tahu akan bahaya 'ujub, akan tetapi tetap saja bangga dengan amalan dan karya sendiri… - Betapa banyak diantara kita sudah menghapalkan sabda Nabi "Janganlah marah…", akan tetapi hati ini susah untuk bersabar dan menerima taqdir Allah yang memilukan… - Betapa banyak diantara kita yang sudah mengilmui bahwasanya semua taqdir dan keputusan Allah adalah yang terbaik akan tetapi tetap saja bersuudzon kepada Allah… - Betapa banyak diantara kita yang sudah mengilmui dengan ilmu yang tinggi bahwasanya Allahlah yang mengatur dan memutuskan segala sesuatu, akan tetapi tetap saja tawakkalnya kurang kepada Allah.. - Dan seterusnya.. Besar Kecilnya Nilai Amalan Dzohir Bergantung Dengan Amalan Hati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ "Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan" (HR Al-Bukhari no 3673 dan Muslim no 221) Perhatikanlah…tahukah para pembaca yang budiman bahwasanya gunung Uhud panjangnya sekitar 7 km dan lebarnya 2 sampai 3 km, dengan ketinggian sekitar 350 meter?. Tentunya kalau ada emas seukuran ini maka beratnya tibuan ton tentunya. Kalau kita memiliki emas sebesar itu..., apakah kita akan menginfakkannya?? Lantas kenapa para sahabat mendapat kemuliaan yang luar biasa ini?, mengapa ganjaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah?? Al-Baydhoowi berkata : مَعْنَى الْحَديْثِ لاَ يَنَالُ أَحَدُكُمْ بِإنْفَاق مِثْلِ أُحُدٍ ذَهَبًا منَ الْفَضْلِ وَالأَجْرِ مَا يَنَالُ أَحَدُهُمْ بِإِنْفَاق مُدِّ طَعَامٍ أَوْ نَصِيْفِهِ وَسَبَبُ التَّفَاوُت مَا يُقَارِنُ الأَفْضَلَ منْ مَزِيْدِ الإِخْلاَصِ وَصِدْقِ النِّيَّةِ "Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar" (sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34) Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ "Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi" (Minhaajus sunnah 6/136-137) Beliau juga berkata, أَنَّ الْأَعْمَالَ الظَّاهِرَةَ يَعْظُمُ قَدْرُهَا وَيَصْغُرُ قَدْرُهَا بمَا في الْقُلُوْبِ، وَمَا فِي الْقُلُوْبِ يَتَفَاضَلُ لاَ يَعْرِفُ مَقَادِيْرَ مَا فِي الْقُلُوْبِ مِنَ الْإِيْمَانِ إِلاَّ اللهُ "Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah" (Minhaajus Sunnah 6/137) Oleh karenanya Allah berfirman لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS Al-Hajj : 37) Tentunya banyak orang yang menyembelih hewan kurban, dan banyak pula yang menyembelih hewan hadyu (tatkala hajian), dan banyak pula orang yang bersedekah dengan menyembelih hewan, akan tetapi bukanlah yang sampai kepada Allah darah hewan-hewan tersebut akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan yang terdapat di hati (lihat minhaajus sunnah 6/137) Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah menjadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesungguhnya amalan-amalan hati para sahabat sangatlah tinggi, keimanan para sahabat sangatlah jauh dibandingkan keimanan kita. Mungkin kita bisa saja menilai amalan dzhohir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Para sahabat yang luar biasa amalan dzohirnya bisa saja ada seorang tabiin yang meniru mereka akan tetapi yang menjadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah. Ibnu Taimiyyah berkata tentang para sahabat, "Hal ini (ditinggikannya pahala para sahabat-pen) dikarenakan keimanan yang terdapat dalam hati mereka tatkala mereka berinfaq di awal-awal Islam, dan masih sedikitnya para pemeluk agama Islam, banyaknya hal-hal yang menggoda untuk memalingkan mereka dari Islam, serta lemahnya motivasi yang mendorong untuk berinfaq. Oleh karenanya orang-orang yang datang setelah para sahabat tidak akan bisa memperoleh sebagaimana yang diperoleh para sahabat… oleh karenanya tidak akan ada seorangpun yang menyamai Abu Bakr radhiallahu 'anhu. Keimanan dan keyakinan yang ada di hatinya tidak akan bisa disamai oleh seorangpun. Abu Bakr bin 'Ayyaas berkata مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلاَةٍ وَلاَ صِيَامٍ وَلَكنْ بشَىْءٍ وَقَرَ في قَلْبِهِ "Tidaklah Abu Bakr mengungguli para sahabat yang lain dengan banyaknya sholat dan puasa akan tetapi karena sesuatu yang terpatri di hatinya" Demikian pula para sahabat yang lain yang telah menemani Rasulullah dalam keadaan beriman kepada Nabi dan berjihad bersamanya maka timbul dalam hati mereka keimanan dan keyakinan yang tidak akan dicapai oleh orang-orang setelah mereka… Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwasanya para sahabat secara umum (global) lebih baik dari para tabi'in secara umum. Akan tetapi apakah setiap individu dari para sahabat lebih mulia dari dari setiap individu dari generasi setelah mereka?, dan apakah Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu lebih mulia daripada Umar bin Abdil Aziz rahimahullah??. Al-Qodhi Iyaadh dan ulama yang lain menyebutkan ada dua pendapat dalam permasalahan ini. Mayoritas ulama memilih pendapat bahwasanya setiap individu sahabat lebih mulia dari setiap individu dari generasi setelah mereka. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok, Ahmad bin Hnbal dan selain mereka berdua. Diantara argumentasi mereka adalah amalan (dzohir) para tabi'in meskipun lebih banyak, sikap adilnya Umar bin Abdil Aziz lebih nampak dari pada sikap adilnya Mu'aawiyah, dan ia lebih zuhud daripada Mu'aawiyah, akan tetapi mulianya seseorang di sisi Allah adalah tergantung hakekat keimanannya yang terdapat di hatinya…mungkin bisa saja kita mengetahui amalan (dzohir) sebagian mereka lebih banyak dari pada sebagian yang lain, akan tetapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya keimanannya yang terdapat di hatinya lebih besar daripada keimanan hati yang lain..?" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/137-139) Kota Nabi, 24 Muharram 1432 / 30 Desember 2010 Firanda Andirja www.firanda.com
Selengkapnya...

Selasa, 03 April 2012

Sya’ir Ibnul Qoyyim Tentang Bidadari

Berikut ini saya terjemahkan bait-bait yang dirangkai oleh Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah yang menyebutkan sifat-sifat bidadari, dan saya sertakan sedikit penjelasan pada sebagian bait-bait tersebut. Bait-bait ini diambil dari kitab Ibnul Qoyyim yang berjudul Al-Kaafiyah As-Syaafiyah, yang dikenal juga dengan Nuuniah Ibnil Qoyyim rahimahullah. Bait-bait sya’ir ini disebut dengan “Nuuniah” karena seluruh bait-bait sya’ir tersebut diakhiri dengan huruf nuun, sebagaimana nanti bisa dilihat oleh para pembaca yang budiman.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:




وَرَأَوْا عَلَى بُعْدٍ خِيَامًا مُشْرِفا ... تٍ مُشْرِقَاتِ النُّوْرِ وَالْبُرْهَانِ

Dan mereka (para lelaki penghuni surga) melihat dari kejauhan kemah kemah yang tinggi dan memancarkan cahaya dan petunjuk

فَتَيَمَّمُوْا تِلْكَ الْخِيَامَ فَآنَسُوْا ... فِيْهِنَّ أَقْمَارَا بِلاَ نُقْصَانِ

Merekapun menuju ke kemah-kemah tersebut maka mereka mendapati dalam kemah-kemah tersebut rembulan-rembulan yang sempurna tanpa kekurangan sedikitpun

مِنْ قَاصِرَاتِ الطَّرْفِ لاَ تَبْغَى سِوَى ... مَحْبُوْبِهَا مِنْ سَائِرِ الشُّبَّانِ

Para bidadari yang membatasi lirikan mata mereka, bidadari tidak menginginkan melainkan kekasihnya dari para pemuda yang ada

قَصَرَتْ عَلَيْهِ طَرْفَهَا مِنْ حُسْنِهِ ... وَالطَّرْفُ فِي ذَا الْوَجْهِ لِلنِّسْوَانَ

Sang bidadari membatasi pandangannya (hanya kepada kekasihnya) karena tampannya sang kekasih. Karenanya lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata para bidadari

أَوْ أَنَّهَا قَصَرَتْ عَلَيْهِ طَرْفَهُ ... مِنْ حُسْنِهَا فَالطَّرْفٌ لِلذُّكْرَانَ

Atau sang bidadari membatasi pandangan sang kekasih (penghuni surga) karena cantiknya sang bidadari, maka dalam hal ini lirikan mata yang tunduk adalah lirikan mata sang kekasih

وَالْأَوَّلُ الْمَعْهُوْدُ مِنْ وَضْعِ الْخِطَا ... بِ فَلاَ تَحِدْ عَنْ ظَاهِرِ الْقُرْآنِ

Pendapat pertama (yaitu lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata bidadari) itulah pendapat yang merupakan dzohir dari ayat Al-Qur’an, maka janganlah engkau berpaling dari dzohirnya Al-Qur’an

وَلَرُبَّمَا دَلَّتْ إِشَارَتُهُ عَلَى الثَّـ ... ـانِي فَتِلْكَ إِشَارَةٌ لِمَعَانِ

Dan bisa jadi pendapat yang kedua (bahwasanya lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata para lelaki penghuni surga) ditunjukan oleh pendapat yang pertama, maka itu adalah penunjukan ayat dan bukan makna dari dzohirnya ayat al-quran



Penjelasan : Dalam bait-bait ini Ibnul Qoyyim memberi isyarat tentang adanya dua pendapat di kalangan para ulama tentang firman Allah

فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلا جَانٌّ

“Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangan, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin” (QS Ar-Rahman : 56).

Pendapat pertama adalah para bidadari menundukan pandangannya, mereka hanya melihat kepada para suami mereka penghuni surga. Hal ini karena para bidadari memang tidak mengenal para lelaki kecuali suami-suami mereka penghuni surga. Bahkan mereka tidak pernah disentuh sedikitpun oleh lelaki lain baik dari kalangan manusia maupun kalangan jin. Sungguh mereka tidak disentuh kecuali oleh suami mereka penghuni surga. Jadilah suami mereka adalah yang tertampan dan terbaik serta terindah di mata para bidadari. Mereka tidak pernah membandingkan suami mereka ini dengan lelaki yang lain, apalagi sampai melirik lelaki lain. Kecintaan mereka dan fikiran mereka hanyalah untuk melayani suami mereka, karena para bidadari memang diciptakan oleh Allah hanya untuk mencintai dan merindukan serta melayani suami mereka. Hal ini tentunya berbeda dengan para wanita dunia yang sering membandingkan suami mereka dengan lelaki yang lain, yang hal ini tentu sangat menyakitkan hati suami mereka. Bahkan para wanita dunia tertawan dengan ketampanan lelaki yang lain….sungguh jauh berbeda dengan sifat para bidadari yang tidak melirik dan memandang kecuali kepada suami mereka.

Pendapat pertama inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah.

Adapun pendapat kedua, yaitu para bidadari menundukan pandangan para suami mereka, karena terlalu cantik dan menawannya para bidadari sehingga tidaklah terbetik dalam hati suami mereka untuk melirik wanita yang lain, karena kepuasan sudah ia dapatkan dalam kecantikan wajah dan kemolekan tubuh para bidadari. Yang hal ini tentunya berbeda dengan wanita dunia, bagaimanapun seorang lelaki memiliki seorang istri yang sangat cantik jelita toh hati sang lelaki masih melirik ke wanita yang lain, bahkan meskipun sang lelaki telah memiliki empat istri dari wanita dunia.

Kemudian Ibnul Qoyyim berkata lagi :

هَذَا وَلَيْسَ الْقَاصِرَاتُ كَمَنْ غَدَتْ ... مَقْصُوْرَةً فَهُمَا إِذًا صِنْفَانِ

Dan para bidadari yang menunjukan lirikan mata ini, mereka bukanlah para bidadari yang terpingit, maka kalau begitu ada dua model para bidadari

Ibnul Qoyyim mengisyaratkan bahwa ada dua jenis bidadari yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, yang pertama adalah Bidadari yang menundukan pandangan yang Allah sebutkan dalam surat Ar-Rahman ayat 56, setelah itu Allah menyebutkan ada tingkatan surga yang lebih rendah derajatnya. Allah berfirman

وَمِنْ دُونِهِمَا جَنَّتَانِ

“Dan selain dari dua syurga itu ada dua syurga lagi (yang lebih rendah derajatnya)” (QS Ar-Rahman : 62)

Lalu Allah sebutkan bahwa dalam surga yang lebih rendah derajatnya ini ada jenis bidadari yang kedua, Allah berfirman :

فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (٧٠)فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (٧١)حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (٧٢)

“Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik- baik lagi cantik-cantik, maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah” (QS Ar-Rahman :70-72)

***


Selanjutnya Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan tentang sifat-sifat para wanita yang mengkhianati para suami-suami mereka. Beliau berkata :


يَا مُطْلِقَ الطَّرْفِ الْمُعَذَّبِ فِي الأُلَى ... جُرِّدْنَ عَنْ حُسْنٍ وَعَنْ إِحْسَانِ

Wahai orang yang tersiksa yang mengumbar pandangannya pada para wanita dunia ketahuilah bahwa para wanita dunia telah dihilangkan dari mereka kecantikan dan kebaikan (tentunya para wanita dunia memiliki kecantikan dan kebaikan, hanya saja tidak sebanding dengan kecantikan dan kebaikan bidadari-pen)

لاَ تَسْبِيَنَّكَ صُوْرُةٌ مِنْ تَحْتِهَا ... الدَّاءُ الدَّوِيُّ تَبُوْءُ بِالْخُسْرَانِ

Maka janganlah engkau tertawan oleh rupa mereka (yang nampaknya cantik) sementara dibalik rupa tersebut ada penyakit, akhirnya engkau akan membawa kerugian

قَبُحَتْ خَلاَئِقُهَا وَقَبُحَ فِعْلُهَا ... شَيْطَانَةٌ فِي صُوْرَةِ الْإِنْسَانَ

Rupa wanita dunia buruk dan demikian pula tingkahnya, syaitan perempuan yang datang dalam bentuk manusia

تَنْقَادُ لِلْأَنْذَالَ وَالْأَرْذَالِ هُمْ ... أَكِفَّاؤُهَا مِنْ دُوْنِ ذِيْ الْإِحْسَانِ

Wanita dunia tergoda oleh para lelaki yang rendah dan hina, tangan-tangannya tunduk kepada mereka bukan kepada lelaki yang baik

مَا ثَمَّ مِنْ دِيْنٍ وَلاَ عَقْلٍ وَلاَ ... خُلُقٍ وَلاَ خَوْفٍ مِنَ الرَّحْمَانِ

Tidak memiliki agama, tanpa akal, tanpa akhlak, serta tidak takut kepada Ar-Rahman

وَجَمَالُهَا زُوْرٌ وَمَصْنوْعٌ فَإِنْ ... تَرَكَتْهُ لَمْ تَطْمَحْ لَهَا الْعَيْنَانِ

Kecantikanya hanyalah kedustaan dan dibuat-buat, jika ia meninggalkan kecantikannya maka mata-mata tidak ada lagi yang tertarik kepadanya

طُبِعَتْ عَلَى تَرْكِ الْحِفَاظِ فَمَا لَهَا ... بَوَفَاءِ حَقِّ الْبَعْلِ قَطُّ يَدَانِ

Ia diciptakan dalam kondisi tidak bisa menjaga, karenanya ia tidak bisa menjaga dan tidak mampu menunaikan hak suami

إِنْ قَصَّرَ السَّاعِي عَلَيْهَا سَاعَةً ... قَالَتْ وَهَلْ أَوْلَيْتَ مِنْ إِحْسَانِ

Jika sang suami kurang dalam menunaikan haknya sesaat maka ia akan berkata, “Apakah engkau pernah berbuat baik kepadaku sedikitpun?”

أَوْ رَامَ تَقْوِِيْمًا لَهَا اسْتَعْصَتْ وَلَمْ ... تَقْبَلْ سِوَى التَّعْوِيْجِ وَالنُّقْصَانِ

Atau jika sang suami menginginkan untuk meluruskannya maka ia menolak dan tidak mau menerima kecuali ingin tetap bengkok dan kurang

أّفْكَارُهَا فِي الْمَكْرِ وَالْكَيْدِ الَّذِي ... قَدَ حَارَ فِيْهِ فِكْرَةُ الْإِنْسَانِ

Pikirannya selalu membuat makar dan tipuan terhadap suaminya yang hal ini membuat bingung pikiran manusia

فَجَمَالُهَا قِشْرٌ رَقِيْقٌ تَحْتَهُ ... مَا شِئْتَ مِنْ عَيْبٍ وَمِنْ نُقْصَانِ

Kecantikannya hanyalah kulit tipis, yang dibalik kulit tipis tersebut terlalu banyak aib dan kekurangan

نَقْدٌ رَدِيْءٌ فَوْقَهُ مِنْ فِضَّةٍ ... شَيْءٌ يُظَنٌّ بِهِ مِنَ الْأَثْمَانِ

Ibarat uang logam yang buruk akan tetapi dilapisi perak, maka disangka merupakan logam yang berharga

فَالنَّاقِدُوْنَ يَرَوْنَ مَاذَا تَحْتَهُ ... وَالنَّاسُ أَكْثُرُهُمْ مِنَ الْعُمْيَانِ

Akan tetapi orang-orang yang jeli melihat logam yang buruk di bawah perak tersebut, adapun kebanyakan orang-orang buta tidak melihat keburukan yang tersembunyi tersebut

أَمَا جَمِيْلاَتُ الْوُجُوْهِ فَخَائِنَا ... تٌ بُعُوْلَهُنَّ وَهُنَّ لِلْأَخْدَانِ

Adapun wanita-wanita yang cantik jelita wajah-wajah mereka, maka mereka adalah wanita-wanita yang mengkhianati suami-suami mereka, para wanita tersebut adalah milik pacar-pacar selingkuh mereka

وَالْحَافِظَاتُ الْغَيْبَ مِنْهُنَّ الَّتِي ... قَدْ أَصْبَحَتْ فَرْدًا مِنَ النِّسْوَانِ

Adapun wanita-wanita yang menjaga diri tatkala tidak ada suami-suami mereka maka sangatlah sedikit diantara para wanita dunia

فَانْظُرْ مَصَارِعَ مَنْ يَلِيْكَ وَمَنْ خَلاَ ... مِنْ قَبْلُ مِنْ شَيْبٍ وَمِنْ شُبَّانِ

Maka lihatlah keterpurukan orang-orang yang setelahmu dan yang telah lalu dari kalangan orang-orang tua dan para pemuda (akibat ulah para wanita dunia-pen)

وَارْغَبْ بِعَقْلِكَ أَنْ تَبِيْعَ الْعَالِيَ الْـ ... ـبَاقِي بِذَا الْأَدْنَى الَّذِي هُوَ فَانِ

Dan gunakanlah akalmu, apakah engkau hendak menukarkan suatu yang bernilai dan abadi (yaitu bidadari surga) dengan wanita dunia yang hina dan akan sirna?

إِنْ كَانَ قَدْ أَعْيَاكَ خُوْدٌ مِثْلُ مَا ... تَبْغِي وَلَمْ تَظْفَرْ إِلَى ذَا الآنِ

Jika engkau tidak mampu untuk meraih wanita (yang cantik dan sholihah) sebagaimana yang kau harapkan hingga saat ini

فَاخْطُبْ مِنَ الرَّحْمَنِ خُوْدًا ثُمَّ قَدِّ ... مْ مَهْرَهَا مَا دُمْتَ ذَا إِمْكَانِ

Maka majukanlah lamaranmu kepada Allah untuk melamar bidadari, lalu serahkan maharnya, selama engkau masih mampu melakukannya

ذَاكَ النِّكَاحُ عَلَيْكَ أَيْسَرُ إِنْ يَكُنْ ... لَكَ نِسْبَةٌ لِلْعِلْمِ وَالْإِيْمَانِ

Pernikahan dengan bidadari lebih mudah bagimu jika engkau memiliki ilmu dan keimanan

وَاللهِ لَمْ تَخْرُجْ إِلَى الدُّنْيَا لِلَذَّ ... ةِ عَيْشُهَا أَوْ لِلْحُطاَمِ الْفَانِي

Demi Allah, engkau tidaklah keluar di dunia ini hanya untuk menikmati kelezatan kehidupan dunia atau harta benda dunia yang akan sirna

لَكِنْ خَرَجْتَ لِكَيْ تُعِدَّ الزَّادَ لِلْـ ... أُخْرَى فَجِئْتَ بَأَقْبَحِ الْخُسْرَانِ

Akan tetapi engkau keluar di muka bumi ini untuk mempersiapkan bekal akhirat, akan tetapi engkau malah menjadi orang yang sangat merugi

أَهْمَلْتَ جَمْعَ الزَّادِ حَتَّى فَاتَ بَلْ ... فَاتَ الَّذِي أَلْهَاكَ عَنْ ذَا الشَّانِ

Engkau lalai dari mengumpulkan bekal akhirat hingga lenyaplah kesempatan bahkan sirnalah dunia yang melalaikan engkau dari perkara yang penting (akhirat)

وَاللهِ لَوْ أَنَّ الْقُلُوْبَ سَلِيْمَةٌ ... لَتَقَطَّعَتْ أَسَفًا مِنَ الْحِرْمَانِ

Demi Allah kalau seandainya hati-hati itu bersih maka tentu hati-hati akan tercabik-cabik bersedih karena terhalangnya (dari meraih akhirat)

لَكِنَّهَا سَكْرَى بِحُبِّ حَيَاتِهَا الدُّ ... نْيَا وَسَوْفَ تُفِيْقُ بَعْدَ زَمَانِ

Akan tetapi karena sikap mabuk kepayang kepada kehidupan dunia (sehingga hati tidak bersedih tatkala terhalang dari kabaikan akhirat dan amal sholeh), akan tetapi suatu saat engkau akan sadar (yaitu tatkala datang kematian)

***


Setelah Ibnul Qoyyim menyebutkan sifat-sifat wanita dunia yang penuh dengan kekurangan, maka beliaupun mulai menyebutkan sifat-sifat bidadari. Beliau berkata :


فَاسْمَعْ صِفَاتِ عَرَائِسِ الْجَنَّاتِ ثُمَّ اخْـ ... ـتَرْ لِنَفْسِكَ يَا أَخَا الْعِرْفَانِ

Dengarlah sifat-sifat para para mempelai wanita di surga, lalu pilihlah untuk dirimu wahai saudaraku (apakah engkau memilih wanita dunia yang telah lalu sifat-sifat mereka, ataukah engkau memilih para bidadari?-pen)

حُوْرٌ حِسَانٌ قَدْ كَمُلْنَ خَلاَئِقًا ... وَمَحَاسِنًا مِنْ أَجْمَلِ النِّسْوَانِ

Wanita-wanita yang cantik menawan dan jelita mata-mata mereka, sempurna tubuh mereka dan kemolekan mereka, wanita-wanita yang tercantik

حَتَّى يَحَارَ الطَّرْفُ فِي الْحُسْنِ الَّذِي ... قَدْ أُلْبِسَتْ فَالطَّرْفُ كَالْحَيْرَانِ

Sampai-sampai pandangan menjadi terheran-heran karena memandang keelokan yang telah dihiaskan pada mereka, maka jadilah pandangan terperangah

وَيَقُوْلُ لَمَا أَنْ يُشَاهِدَ حُسْنَهَا ... سُبْحَانَ مُعْطِي الْحُسْنِ وَالْإِحْسَانِ

Dan penghuni surga tatkala melihat keelokan sang bidadari maka ia seraya berkata, “Maha suci Allah yang telah menganugerahkan keelokan dan kebaikan”

وَالطَّرْفُ يَشْرَبُ مِنْ كُؤُوْسِ جَمَالِهَا ... فَتَرَاهُ مِثْلَ الشَّارِبِ النَّشْوَانِ

Maka pandangan mata meneguk dari gelas-gelas (yang dipenuhi dengan) kecantikan bidadari tersebut maka engkau akan melihatnya seperti peminum yang sedang mabuk kepayang

كَمُلَتْ خَلاَئِقُهَا وَأُكْمِلَ حُسْنُهَا ... كَالْبَدْرِ لَيْلَ السِّتِّ بَعْدَ ثَمَانِ

Sungguh sempurna tubuh sang bidadari dan telah disempurnakan pula keelokannya, maka jadilah seperti rembulan tatkala malam ke lima belas

وَالشَّمْسُ تَجْرِي فِي مَحَاسِنِ وَجْهِهَا ... وَاللَّيْلُ تَحْتَ ذَوَائِبِ الْأَغْصَانِ

Dan matahari bergulir dalam keindahan rupa wajahnya, dan malam juga bergulir di bawah ikatan-ikatan kepang rambutnya

فَتَرَاهُ يَعْجَبُ وَهُوَ مَوْضِعُ ذَاكَ مِنْ ... لَيْلٍ وَشَمْسٍ كَيْفَ يَجْتَمِعَانِ

Maka engkau akan melihatnya terkagum-kagum, yaitu pada kondisi demikian kok bisa malam dan matahari tergabungkan

فَيَقُوْلُ سُبْحَانَ الَّذِي ذَا صُنْعُهُ ... سُبْحَانَ مُتْقِنِ صُنْعَةِ الْإِنْسَانِ

Maka iapun berkata, “Maha suci Allah yang demikian indah ciptaannya, maha suci Allah yang menyempurnakan penciptaan sang bidadari”

لاَ الَّيْلُ يُدْرِكُ شَمْسَهَا فَتَغِيْبُ عِنْـ ... ـدَ مَجِيْئِهِ حَتَّى الصَّبَاحِ الثَّانِي

Malam tidaklah menemui mataharinya sehingga matahari tidak tenggelam tatkala tiba malam hari hingga esok pagi

وَالشَّمْسُ لاَ تَأْتِي بِطَرْدِ اللَّيْلِ بَلْ ... يَتَصَاحَبَانِ كِلاَهُمَا أَخْوَانِ

Dan matahari juga tidak mengusir malam, bahkan keduanya bersahabat dan bersaudara

وَكِلاَهُمَا مِرْآةُ صَاحِبِهِ إِذَا ... مَا شَاءَ يُبْصِرُ وَجْهَهُ يَرَيَانِ

Keduanya merupakan cahaya pemiliknya, jika ia hendak melihat wajahnya maka keduanya akan melihat

Penjelasan : Dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda :

وَأَزْوَاجٌ وَوَصَائِفُ أَدْنَاهُنَّ حَوْرَاءُ عَيْنَاءُ عَلَيْهَا سَبْعُوْنَ حُلَّةً يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ حُلَلِهَا، كَبِدُهَا مِرْآتُهُ وَكَبِدُهُ مِرْآتُهَا إِذَا أَعْرَضَ عَنْهَا إِعْرَاضَةً ازْدَادَتْ فِي عَيْنِهِ سَبْعِيْنَ ضِعْفًا عَمَّا كَانَتْ قَبْلَ ذَلِكَ، فَيَقُوْلُ لَهَا وَاللهِ لَقَدْ ازْدَدْتِ فِي عَيْنِي سَبْعِيْنَ ضِعْفًا وَتَقُوْلُ لَهُ وَأَنْتَ لَقَدِ ازْدَدْتَ فِي عَيْنِي سَبْعِيْنَ ضِعْفًا

“Dan para istri serta para pelayan, yang paling rendah diantara mereka adalah bidadari yang memakai 70 gaun, terlihat sum-sum betisnya di balik gaun-gaun tersebut. Hati sang bidadari merupakan cermin bagi sang lelaki dan hati sang lelaki juga menjadi cermin bagi sang bidadari. Jika sang lelaki (penghuni surga) berpaling dari sang bidadari (kemudian kembali kepada sang bidadari-pen) maka sang bidadari akan bertambah cantik 70 kali lipat dari sebelumnya. Maka sang lelakipun berkata, “Demi Allah dikau telah bertambah cantik 70 kali lipat di mataku”, maka sang bidadari juga berkata kepada sang lelaki, “Demikian juga engkau bertambah ketampananmu 70 kali lipat di mataku” (Hadits ini di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih at-Targhiib wa at-Tarhiib 3/227 no 3591)

Adapun hadits yang menyebutkan bahwa wajah bidadari seperti cermin dan juga sebaliknya wajah sang lelaki juga seperti cermin maka haditsnya lemah. Diriwayatkan bahwasanya Nabi bersabda

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَّكِئُ فِي الْجَنَّةِ سَبْعِينَ سَنَةً قَبْلَ أَنْ يَتَحَوَّلَ ثُمَّ تَأْتِيهِ امْرَأَتُهُ فَتَضْرِبُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ فَيَنْظُرُ وَجْهَهُ فِي خَدِّهَا أَصْفَى مِنْ الْمِرْآةِ

“Sesungguhnya seorang lelaki bertelekan di surga selama 70 tahun sebelum ia berpindah, kemudian datanglah kepadanya seorang wanita lalu menepuk pundak sang lelaki, mak sang lelakipun melihat wajahnya tercerminkan di pipi sang wanita, lebih bening daripada kaca” (HR Ahmad 18/243 no 11715 dan dinyatakan dho’iif oleh Al-Arnauuth dan Syaikh Al-Albani dalam Dho’iif at-Targhiib wa at-Tarhiib 2/250 no 2213)


فَيَرَى مَحَاسِنَ وَجْهِهِ فِي وَجْهِهَا ... وَتَرَى مَحَاسِنَهَا بِهِ بِعَيَانِ

Maka ia akan melihat ketampanan wajahnya di wajah sang bidadari, dan bidadari akan melihat kecantikannya pada sang lelaki dengan pandangan mata

حُمْرُ الْخُدُوْدِ ثُغُوْرُهُنَّ لَآلِئُ ... سُوْدُ الْعُيُوْنِ فَوَاتِرُ الْأَجْفَانِ

Sungguh putih (kemerah-merahan) pipi-pipi para bidadari, gigi-gigi mereka adalah untaian mutiara, lingkaran pupil mata yang sangat hitam dengan lobang mata yang tidak terlalu cekung

وَالْبَرْقُ يَبْدُو حِيْنَ يَبْسِمُ ثَغْرُهَا ... فَيُضِيْءُ سَقْفَ الْقَصْرِ بِالْجُدْرَانِ

Dan Nampak cahaya tatkala mulutnya tersenyum, maka menyinari langit-langit istana dan dinding-dindingnya

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّ بَرْقًا سَاطِعًا ... يَبْدُو فَيَسْأَلُ عَنْهَ مَنْ بِجَنَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan bahwasanya ada sebuah cahaya yang terang muncul maka para penghuni surga bertanya-tanya tentang cahaya tersebut

فَيُقَالُ هَذَا ضَوْءُ ثَغْرٍ ضَاحِكٍ ... فِي الْجَنَّةِ الْعُلْيَا كَمَا تَرَيَانِ

Maka dikabarkan bahwasanya ini adalah cahaya yang keluar dari mulut seorang bidadari yang ada di surga yang tinggi sebagaimana yang engkau lihat


Penjelasan : Diriwayatkan bahwasanya Nabi bersabda

سَطَعَ نُوْرٌ فِي الْجَنَّةِ ، فَرَفَعُوا رُؤُوْسَهُمْ ، فَإِذَا هُوَ مِنْ ثَغْرِ حَوْرَاءَ ضَحِكَتْ فِي وَجْهِ زَوْجِهَا

“Nampak sebuah cahaya di surga maka penduduk surgapun mengangkat kepala-kepala mereka, ternyata cahaya tersebut keluar dari tawa bidadari di hadapan suaminya” (Hadits ini dinilai maudhuu’/palsu oleh syaikh Al-Albani, lihat Ad-Dho’iifah 8/174 no 3699)

للهِ لاَثِمُ ذَلِكَ الثَّغِرِ الَّذِي ... فِي لَثْمِهِ إِدْرَاكُ كُلِّ أَمَانِ

Demi Allah (sungguh bahagia) orang yang mengecup mulut bidadari tersebut yang dalam kecupan tersebut ia akan merasakan penuh rasa tentram

وَالْقَدُّ مِنْهَا كَالْقَضِيْبِ اللَّدُن فِي...حُسْنِ الْقِوَامِ كَأَوْسَطِ الْقُضْبَانِ

Dan perawakan tinggi tubuh sang bidadari seperti batang/dahan pohon yang semampai dengan ketinggian yang cantik sebagaimana batang pohon yang semampai (tidak tinggi dan tidak rendah-pen)

فِي مَغْرِسٍ كَالْعَاجِ تَحْسَبُ أَنَّهُ ... عَالِي النَّقَا أَوْ وَاحِدُ الْكُثْبَانِ

Yang batang pohon yang semampai tersebut tertancap seperti gading (yang putih), engkau melihatnya tinggi bersih atau seperti sebuah tumpukan pasir putih

Penjelasan : Diumpamakan tubuh bidadari seperti batang/dahan pohon yang basah karena segarnya tubuh bidadari tersebut, dan dimisalkan tubuh bidadari seperti gading yang putih karena padat dan montok serta putihnya tubuh bidadari tersebut.

لاَ الظَّهْرُ يَلْحَقُهَا وَلَيْسَ ثُدِيُّهَا ... بِلَوَاحِقٍ لِلْبَطْنِ أَوْ بِدَوَانِ

Maka tidaklah bidadari itu pendek, dan tidaklah pula buah dadanya menempel pada perut atau menjulur ke bawah

لَكِنَّهُنَّ كَوَاعِبُ وَنَوَاهِدُ ... فَثُدِيُّهُنَّ كَأَلْطَفِ الرُّمَّانِ

Akan tetapi buah dada mereka bundar dan tegak… maka payudara mereka seperti buah delima yang paling halus


Penjelasan : Tentang buah dada bidadari maka Allah telah berfirman:

وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (٣٣)

“(Bagi penghuni surga para bidadari) yang buah dada mereka bulat melingkar serta remaja yang sebaya” (An-Naba’ : 33)

Ibnu Katsiir berkata:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَجَاهِدٌ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ: { كَوَاعِبَ } أَيْ: نَوَاهِدَ، يَعْنُوْنَ أَنَّ ثُدُيَّهُنَّ نَوَاهِدُ لَمْ يَتَدَلِّيْنَ لِأَنَّهُنَّ أَبْكَارٌ

“Ibnu Abbas, Mujahid, selain mereka berdua telah berkata “Kawaa’ib” artinya adalah yang tegak, maksud mereka adalah buah dada para bidadari tegak dan tidak terjulur ke bawah, karena mereka adalah gadis-gadis perawan” (Tafsiir Ibnu Katsiir 8/308)

Ar-Roozi berkata :

كَوَاعِبُ جَمْعُ كَاعِبٍ وَهِيَ النَّوَاهِدُ الَّتِي تَكَعَّبَتْ ثُدِيُّهُنَّ وَتَفَلَّكَتْ

“Kawaa’ib (dalam bahasa Arab) adalah kata jamak dari kata mufrod Kaa’ib, dan maknanya adalah buah dada yang tegak yang membundar dan membulat” (Mafaatiih al-Ghoib 31/19)


وَالْجَيَدُ ذُوْ طُوْلٍ وُحُسْنٍ فِي بَيَا ... ضٍ وَاعْتِدَالٍ لَيْسَ ذَا نُكْرَانِ

Bidadari yang memiliki leher yang ttinggi dan cantik dalam putihnya kulitnya dengan penuh keseimbangan tanpa ada sifat yang diingkari

يَشْكُو الْحُلِيُّ بِعَادَهُ فَلَهُ مَدَى الْـ ... أَيَّامِ وَسْوَاسٌ مِنَ الْهِجْرَانِ

Hingga perhiasan (kalung) yang ada di dadanya mengeluhkan jauhnya ia dari leher sang bidadari (yang menunjukkan tingginya leher bidadari-pen), maka baginya sejauh hari-hari yang penuh dengan kegelisahan karena terpisah jauh dari leher sang bidadari

وَالْمِعْصَمَانِ فَإِنْ تَشَأْ شَبِّهْهُمَا ... بِسَبِيْكَتَيْنِ عَلَيْهِمَا كَفَّانِ

Dan kedua pergelangan tangan sang bidadari –jika engkau suka- maka serupakanlah dengan dua batang emas yang dua telapak tangan berada di atas dua batang emas tersebut

كَالزُّبْدِ لِيْنًا فِي نُعُوْمَةِ مَلْمَسٍ ... أَصْدَافُ دُرٍّ دُوِّرَتْ بَوَزَانِ

Lembutnya sentuhan bidadari seperti lembutnya yogurt, sungguh kedua pergelangan bidadari seperti mutiara-mutiara yang dijadikan bulat dengan penuh keseimbangan

وَالصَّدْرُ مَتَّسِعٌ عَلَى بَطْنٍ لَهَا ... حُفَّتْ بِهِ خِصْرَانِ ذاتُ ثَمَانِ

Dan dada bidadari melebar di atas perutnya…. Dilingkupi oleh dua pinggangnya yang bodinya membentuk delepan lekukan

وَعَلَيْهَا أَحْسَنُ سُرَّةٍ هِيَ مَجْمَعُ الْـ ... ـخِصْرَيْنِ قَدْ غَارَتْ مِنَ الأَعْكَانِ

Dan di atas pinggangnya ada pusar yang sang sangat indah, yang pusar tersebut adalah tempat bertemunya dua pinggang, dan pusar tersebut telah berbentuk cekung ke dalam karena dikelilingi perut

حَقٌّ مِنَ الْعَاجِ اسْتَدَارَ وَحَوْلَهُ ... حَبَّاتُ مِسْكٍ وَجَلَّ ذُوْ الْإِتْقَانِ

Sungguh cekungnya pusar tersebut sangat mirip dengan cekung dan bulat (serta putihnya) gading, dan disekelilingnya dihiasi dengan butiran-butiran kesturi, dan sungguh maha tinggi Allah Yang maha sempurna penciptaanNya

وَإِذَا انْحَدَرْتَ رَأَيْتَ أمراً هَائِلاً... مَا لِلصِّفَاتِ عَلَيْهِ مِنْ سُلْطَانِ

Jika engkau memandang apa yang ada di bawah pusar sang bidadari maka engkau akan melihat perkara yang menakjubkan (tentang kemaluan sang bidadari-pen), tidak ada kemampuan untuk bisa menjelaskan sifat-sifat perkara tersebut.

لاَ الْحَيْضُ يَغْشَاهُ وَلاَ بَوْلٌ وَلاَ ... شَيْءٌ مِنَ الآفَاتِ فِي النِّسْوَانِ

Tidak ada darah haid yang menutupinya dan tidak juga ada air kencing, serta tidak ada sesuatupun dari hal-hal buruk yang terdapat pada wanita-wanita dunia

Penjelasan : Allah berfirman tentang sucinya bidadari :

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya” (QS Al-Baqoroh :25)

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلا ظَلِيلا (٥٧)

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman” (QS An-Nisaa : 57)

Ibnu Mas’uud, Mujahid, ‘Atoo’, dan Qotaadah berkata :

لاَ يَحِضْنَ وَلاَ يُمْنِيْنَ وَلاَ يَلِدْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطْنَ وَلاَ يَبُلْنَ وَلاَ يَبْزُقْنَ

“(Istri-istri yang disucikan yaitu) mereka tidak haid, tidak mengeluarkan air mani, tidak melahirkan, tidak buang air besar, tidak buang air kecil, dan tidak meludah” (Lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 1/97-98)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَالَّذِيْنَ عَلَى إِثْرِهِمْ كَأَشَدِّ كَوْكَبٍ إِضَاءَةً، قُلُوْبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ لَحْمِهَا مِنَ الْحَسَنِ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا لاَ يَسْقَمُوْنَ وَلاَ يَتَمَخَّطُوْنَ وَلاَ يَبْصُقُوْنَ آنِيَتُهُمْ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَقُوْدُ مَجَامِرِهِمْ الأُلُوَّةَ وَرِشْحُهُمْ الْمِسْكُ

“Rombongan yang pertama kali masuk surga dalam bentuk rembulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang cahayanya, hati-hati mereka satu, tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada saling membenci, masing-masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari), masing-masing dari kedua bidadari tersebut terlihat sum-sum betisnya di belakang dagingnya karena terlalu indahnya, mereka bertasbih kepada Allah pagi dan sore hari, mereka tidak sakit, tidak beringus, tidak meludah, bejana-bejana mereka dari emas dan perak, sisir-sisir mereka dari emas, kayu yang dibakar untuk wewangian adalah kayu gaharu, dan keringat mereka adalah minyak kesturi” (HR Al-Bukhari no 3074 dan Muslim no 7330)

Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh penghuni surga (bukan hanya bidadari saja) disucikan oleh Allah sehingga tidak memiliki kotoran yang keluar dari tubuh mereka.


فَخِذَانِ قَد حَفَا بِهِ حَرَسًا لَهُ ... فَجَنَابُهُ فِي عِزَّةٍ وِصِيَانِ

Dua paha yang telah meliputi perkara tersebut (kemaluan sang bidadari-pen) dan menjaganya, maka sisi kemaluan bidadari tersebut telah terjaga di bawah penjagaan dan keperkasaan

قَامَا بِخِدْمَتِهِ هُوَ السُّلْطَانُ بَيْـ ... ـنَهُمَا وَحَقٌّ طَاعَةُ السُّلْطَانِ

Kedua paha tersebut melayani kemaluan sang bidadari, dialah sang raja diantara kedua paha tersebut, dan merupakan hak untuk menaati sang raja

وَجِمَاعُهَا فَهُوَ الشِّفَا لِصَبِّهَا ... فَالصَّبُّ مِنْهُ لَيْسَ بِالضَّجْرَانِ

Dan menyetubuhi bidadari merupakan penawar dan obat kecintaannya kepada sang bidadari, maka kecintaan dari sang lelaki dan bukanlah kegelisahan

وَإِذَا يُجَامِعُهَا تَعُوْدُ كَمَا أَتَتْ ... بِكْرًا بِغَيْرِ دَمٍ وَلاَ نُقْصَانِ

Jika ia menyetubuhi sang bidadari maka sang bidadari akan kembali lagi keperawanannya tanpa ada darah dan tanpa ada kekurangan sama sekali

فَهُوَ الشَّهِيُّ وَعُضْوُهُ لاَ يَنْثَنِي ... جَاءَ الْحَدِيْثُ بِذَا بِلاَ نُكْرَانِ

Dialah sang lelaki yang berhasrat, dan kemaluannya tidak akan bengkok (loyo) sebagaimana ada hadits Nabi yang menjelaskan akan hal ini, tidak perlu diingkari

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّ شُغْلَهُمُ الَّذِي ... قَدْ جَاءَ فِي يَاسِيْنَ دُوْنَ بَيَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan bahwasanya kesibukan mereka yang telah disebutkan dalam surat yaasiin tanpa perlu penjelasan lagi

شُغْلُ الْعَرُوْسِ بِعُرْسِهِ مِنْ بَعْدِمَا ... عَبَثَتْ بِهِ الْأَشْوَاقُ طُوْلَ زَمَانِ

Yaitu kesibukan seorang pengantin mempelai lelaki dengan mempelai wanitanya, setelah sekian lama sang mempelai lelaki telah diombang ambingkan oleh kerinduan

بِاللهِ لاَ تَسْأَلْهُ عَنْ أَشْغَالِهِ ... تِلْكَ اللَّيَالِي شَأْنُهُ ذُوْ شَانِ

Demi Allah janganlah engkau bertanya kepadanya tentang kesibukannya pada malam-malam itu…perkaranya sangat hebat

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلاً بِصَبٍّ غَابَ عَنْ ... مَحْبُوْبِهِ فِي شَاسِعِ الْبُلْدَانِ

Dan buatlah perumpamaan kepada mereka dengan seorang pria yang memendam kerinduan dan telah terpisah lama dari kekasihnya di negeri yang jauh

وَالشَّوْقُ يُزْعِجُهُ إِلَيْهِ وَمَا لَهُ ... بِلِقَائِهِ سَبَبٌ مِنَ الْإِمْكَانِ

Kerinduan senantiasa menggelisahkannya, namun tidak ada kemungkinan untuk bertemu dengan kekasihnya

وَافَى إِلَيْهِ بَعْدَ طُوْلِ مَغِيْبِهِ ... عَنْهُ وَصَارَ الْوَصْلُ ذَا إِمْكَانِ

Setelah lama berpisah dari kekasihnya tiba-tiba mungkin baginya untuk bisa bertemu dengan kekasihnya

أَتَلُوْمُهُ إِنْ صَارَ ذَا شُغْلٍ بِهِ ... لاَ وَالَّذِي أَعْطَى بِلاَ حُسْبَانِ

Maka apakah engkau mencelanya jika lantas iapun sibuk (bersetubuh) dengan kekasihnya? Tentu tidak, demi Dzat yang memberikan karunia tanpa batasan

يَا رَبِّ غُفْرًا قَدْ طَغَتْ أَقْلاَمُنَا ... يَا رَبِّ مَعْذِرَةً مِنَ الطُّغْيَانِ

Wahai Robku ampunilah kami, pena-pena kami telah melampaui batas (dalam mensifati para bidadari), waha Robku maafkanlah kami karena sikap melampaui batas ini

***



أَقْدَامُهَا مِنْ فِضَّةٍ قَدْ رُكِّبَتْ ... مِنْ فَوْقِهَا سَاقَانِ مُلْتَفَّانِ

Kaki-kaki sang bidadari dari perak (putih dan padat), telah disusun di atasnya dua betis yang saling rapat

وَالسَّاقُ مِثْلُ الْعَاجِ مَلْمُوْمُ يُرَى ... مُخُ الْعِظَامِ وَرَاءَهُ بِعِيَانِ

Dan betis seperti gading (yang padat dan putih), terhimpun yang terlihat dengan pandangan mata sum-sum tulang di belakang tulang

وَالرِّيْحُ مِسْكٌ الْجُسُوْمُ نَوَاعِمُ ... وَاللَّوْنُ كَالْيَاقُوْتِ وَالْمَرْجَانِ

Dan aroma tubuh sang bidadari adalah harumnya kesturi dan tubuhnya yang lembut dan halus, warna kulitnya seperti permata dan mutiara

وَكَلاَمُهَا يَسْبِي الْعُقُوْلَ بِنَغْمَةٍ ... زَادَتْ عَلَى الْأَوْتَارِ وَالْعِيْدَانِ

Ucapan-ucapan sang bidadari menawan akal, dengan senandung sang bidadari yang lebih indah daripada nada senar-senar gitar dan rebana

وَهِيَ الْعَرُوْبُ بِشَكْلِهَا وَبِدَلِّهَا ... وَتَحَبُّبٍ لِلزَّوْجِ كُلَّ أَوَانِ

Dialah sang bidadari dengan bodinya dan sifat manja dan genitnya adalah ‘Al-‘Aruub” yaitu senantiasa rindu dan cinta kepada suaminya, setiap saat

وَهِيَ الَّتِي عِنْدَ الْجِمَاعِ تَزِيْدُ فِي ... حَرَكَاتِهَا لِلْعَيْنِ وَالأُذُنَانِ

Dialah sang bidadari yang setiap disetubuhi semakin bertambah gerakan-gerakannya yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh kedua telinga

لُطْفًا وَحُسْنَ تَبَعُّلٍ وَتَغَنُّجٍ ... وَتَحَبُّبٍ تَفْسِيْرُ ذِي الْعِرْفَانِ

Sangat lembut dan sangat baik dalam menyikapi suaminya, sangat genit, sangat cinta kepada suaminya…demikianlah penafsiran ahli ilmu (tentang makna “Al-‘Aruub”)

تِلْكَ الْحَلاَوَةُ وَالْمَلاَحَةُ أَوْجَبَا ... إِطْلاَقَ هَذَا اللَّفْظِ وَضْعَ لِسَانِ

Itulah manisnya dan cantiknya bidadari yang menjadikan tersusunlah kata-kata dalam bait-bait sya’ir ini sebagai ungkapan lisan

فَمَلاَحَةُ التَّصْوِيْرِ قَبْلَ غُنَاجِهَا ... هِيَ أَوَّلٌ وَهِيَ الْمَحَلُّ الثَّانِي

Maka moleknya pembentukan tubuh bidadari sebelum kegenitannya….dialah sang bidadari yang memiliki rupa menawan dan dialah tempat kegenitan

فَإِذَا هُمَا اجْتَمَعَا لِصَبٍّ وَامِقٍ ... بَلَغَتْ بِهِ اللَّذَّاتُ كُلَّ مَكَانِ

Ternyata keduanya (kemolekan rupa tubuhnya dan kegenitannya) tergabungkan untuk sang lelaki yang sangat rindu, maka dengan hal ini kelezatan-kelezatan mencapai semua tempat

أَتْرَابُ سِنٍّ وَاحِدٍ مُتَمَاثِلٍ ... سِنُّ الشَّبَابِ لِأَجْمَلِ الشُّبَّانِ

Para bidadari sebaya umur mereka, seperti umur muda-mudi yaitu dari kalangan muda-mudi yang paling menawan

بِكْرٌ فَلَمْ يَأْخُذْ بَكَارَتَهَا سِوَى الْـ ... ـمَحْبُوْبِ مِنْ إِنْسٍ وِلاَ مِنْ جَانِ

Bidadari yang perawan, maka tidak ada dari seorang manusia maupun jin yang merebut keperawanannya kecuali kekasihnya saja

حِصْنٌ عَلَيْهِ حَارِسٌ مِنْ أَعْظَمِ الْـ ... ـحُرَّاسِ بِأْسَا شَأْنُهُ ذُوْ شَانِ

Keperawanan tersebut adalah benteng bagi kemaluan sang bidadari, sebagai penjaga, bahkan penjaga yang sangat kuat dan kokoh (dimana sang penjaga tidak akan membiarkan sesuatupun masuk, yang boleh masuk hanyalah kemaluan sang penghuni surga-pen)

فَإِذَا أَحَسَّّ بِدَاخِلٍ لِلْحِصْنِ وَلَّـ ... ـى هَارِبًا فَتَرَاهُ ذَا إِمْعَانِ

Jika sang penjaga (yaitu keperawanan) merasakan ada yang hendak masuk dalam kemaluan sang bidadari (yaitu kemaluan penghuni surga yang ingin masuk-pen) maka sang penjaga segera lagi dengan sungguh-sungguh

وَيَعُوْدُ وهنا حِيْنَ رَبُّ الْحِصْنِ يَخْـ ... ـرُجُ مِنْهُ فَهُوَ كَذَا مَدَى الْأَزْمَانِ

Lalu setelah pemilik benteng tersebut telah pergi maka sang penjaga (yaitu keperawanan) pun akan kembali, dan demikianlah kondisi sang penjaga sepanjang zaman

وَكَذَا رَوَاهُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ أَنَّهَا ... تَنْصَاغُ بِكْرًا لِلْجِمَاعِ الثَّانِي

Dan demikianlah Abu Huroiroh meriwayatkan bahwasanya sang bidadari kembali menjadi perawan untuk persetubuhan berikutnya

لَكِنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحُ الَّذِي ... فِيْهِ يُضَعِّفُهُ أُوْلُو الْإِتْقَانِ

Akan tetapi perawi dalam sanad hadits ini yang bernama Darroj Abu As-Samh dinilai dho’iif oleh para ahli hadits

هَذَا وَبَعْضُهُمْ يُصَحِّحُ عَنْهُ فِي التَّـ ... ـفْسِيْرِ كَالْمَوْلُوْدِ مِنْ حِبَّانِ

Akan tetapi sebagian ahli hadits menilai shahihnya hadits ini untuk menafsirkan firman Allah (di surat yaa siin) sebagaimana dishahihkan oleh ibnu Hibbaan

فَحَدِيْثُهُ دُوْنَ الصَّحِيْحِ وَإِنَّهُ ... فَوْقَ الضَّعِيْفُ وَلَيْسَ ذَا إِتْقَانِ

Namun hadits-haditsnya Ibnu Hibban masih dibawah tingkatan hadits-hadits yang shahih meskipun haditsnya di atas hadits-hadits yang dho’iif, dan ia bukanlah yang (paling) ahli

يُعْطَي الْمُجَامِعُ قُوَّةَ الْمِائَةِ الَّتِي اجْـ ... ـتَمَعَتْ لِأَقْوَى وَاحِدِ الْإِنْسَانِ

Seorang penghuni surga yang bersetubuh akan diberi kekuatan 100 orang, yaitu 100 kali lipat kekuatan manusia di dunia yang paling kuat bersetubuh

لاَ أَنّ قُوَّتَهُ تَضَاعَفُ هَكَذَا ... إِذْ قَدْ يَكُوْن لِأَضْعَفِ الْأَرْكَانِ

Bukan kekuatan penghuni surga ini yang dilipat gandakan, karena bisa jadi sang penghuni surga dahulunya tatkala di dunia merupakan orang yang lemah dalam bersetubuh

وَيَكُوْنُ أَقْوَى مِنْهُ ذَا نَقْصٍ مِنَ الْـ ... إِيْمَانِ وَالْأَعْمَالِ وَالْإِحْسَانِ

Dan (tatkala di dunia bisa jadi) orang yang lemah imannya dan lebih sedikit amal dan kebaikannya dari pada dia ternyata lebih kuat bersetubuh dari pada dia tatkala di dunia

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّهُ يَغْشَى بِيَوْ ... مٍ وَاحِدٍ مِائَةً مِنَ النِّسْوَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan (dalam sebuah hadits) bahwasanya dalam sehari ia bersetubuh dengah 100 bidadari

وَرِجَالُهُ شَرْطُ الصَّحِيْحِ رَوَوْا لَهُمْ ... فِيْهِ وَذَا فِي مُعْجَمِ الطَّبْرَانِي

Dan para perawi hadits tersebut sesuai dengan persyaratan shahih (Al-Bukhari), dan hadits ini diriwayatkan oleh At-Tabrani dalam mu’jamnya

Penjelasan : Ibnul Qoyyim memaksudkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh

قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ نَصِلُ إِلَى نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ ؟ فَقَالَ : إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصِلُ فِي الْيَوْمِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ

Dikatakan kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan berhubungan dengan bidadari-bidadari kita di surga?”, Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seseorang di surga bisa berhubungan dengan 100 bidadari dalam sehari” (dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 367)



هَذَا دَلِيْلٌ أَنَّ قَدْرَ نِسَائِهِمْ ... مُتَفَاوِتٌ بِتَفَاوُتِ الْإِيْمَانِ

Hadits ini merupakan dalil bahwasanya banyaknya para bidadari bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan keimanan para penghuni surga

وَبِهِ يَزُوْلُ تَوَهُّمُ الْإِشْكَالِ عَنْ ... تِلْكَ النُّصُوْصِ بِمِنَّةِ الرَّحْمَانِ

Dengan demikian –dengan karunia dari Ar-Rahman- maka hilanglah problem tentang hadits-hadits tersebut (yang sebagiannya menunjukkan bahwa seorang penghuni surga hanya memperoleh 2 bidadari, dan sebagian hadits yang lain menunjukkan bahwa seorang penghuni surga bisa memperoleh lebih dari 2 bidadari-pen)

وَبِقُوَّةِ الْمِائَةِ الَّتِي حَصَلَتْ لَهُ ... أَفْضَى إِلَى مِاَئِة بِلاَ خَوَرَانِ

Dengan kekuatan 100 orang (dalam bersetubuh) yang ia peroleh maka ia bisa menyetubuhi 100 bidadari tanpa lemas dan loyo

وَأَعَفُّهُمْ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا هُوَ الْـ ... أَقْوَى هُنَاكَ لِزُهْدِهِ فِي الْفَانِي

Dan orang yang paling menjaga dirinya di dunia ini maka dialah yang paling kuat kelak di surga, karena ia berskiap zuhud di dunia yang fana ini

فَاجْمَعْ قُوَاكَ لِمَا هُنَاكَ وَغَمِّضِ الْـ ... ـعَيْنَيْنِ وَاصْبِرْ سَاعَةً لِزَمَانِ

Karenanya kumpulkanlah kekuatanmu untuk surga, dan tundukkanlah pandanganmu, dan bersabarlah sebentar untuk kenikmatan abadi

مَا هَهُنَا وَاللهِ مَا يُسَوِّي قَلاَ ... مَةُ ظُفْرٍ وَاحِدَةٍ تَرَى بِجَنَانِ

Demi Allah wanita-wanita dunia tidak sebanding dengan kuku salah seorang bidadari yang kau lihat di surga

مَا هَهُنَا إِلاَّ النَّقَّارُ وَسَيِيءُ الْـ ... أَخْلاَقِ مَعَ عَيْبٍ وَمَعَ نُقْصَانِ

Wanita di dunia hanyalah tukang cerewet dan berakhlak buruk, disertai aib-aib dan kekurangan

هَمٌّ وَغَمٌّ دَائِمٌ لاَ يَنْتَهِي ... حَتىَّ الطَّلاَقِ أَوِ الْفِرَاقِ الثَّانِي

Seorang lelaki di dunia selalu diselimuti kesedihan dan gundah gulana bersama wanita dunia, dan tidak akan hilang hingga berpisah dari istrinya atau ia meninggal dunia

وَاللهُ قَدْ جَعَلَ النِّسَاءَ عَوَانِيًا ... شَرْعًا فَأَضْحَى الْبَعْلُ وَهُوَ الْعَانِي

Allah telah menjadikan para wanita (dunia) sebagai tawanan para lelaki menurut syari’at, akan tetapi kenyataannya malah suami yang tertawan oleh istrinya

لاَ تُؤْثِرِ الْأَدْنَى عَلَى الْأَعْلَى فَإِنْ ... تَفْعَلْ رَجَعْتَ بِذِلَّةٍ وَهَوَانِ

Janganlah engkau mendahulukan yang rendah nilainya dengan mengorbankan sesuatu yang lebih tinggi nilainya, jika engkau melakukannya maka engkau akan memperoleh kehinaan dan kerendahan


Penjelasan : Demikianlah Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan tentang sifat-sifat para wanita yang ada di zaman beliau, maka bagaimana lagi jika beliau rahimahullah melihat para wanita muslimah di zaman kita yang keluar dalam kondisi setengah bugil, memamerkan kemolekan tubuh mereka…!!!, maka apakah yang akan diucapkan oleh Ibnul Qoyyim???

***



وَإِذَا بَدَتْ فِي حُلَّةٍ مِنْ لِبْسِهَا ... وَتَمَايَلَتْ كَتَمَايُلِ النَّشْوَانِ

Jika sang bidadari muncul dengan menggunakan gaun yang indah lantas berjalan bergoyang-goyang seperti wanita yang sedang mambuk kepayang

تَهْتَزُّ كَالْغُصْنِ الرَّطِيْبِ وَحَمْلُهُ ... وَرْدٌ وَتُفَّاحٌ عَلَى رُمَّانِ

Sang bidadaripun bergerak-gerak seperti dahan pohon yang segar dan bawaannya adalah mawar dan buah apel yang berada di atas buah delima (yaitu sang bidadari memiliki tubuh yang segar dengan pipi yang putih kemerah-merahan seperti mawar dan buah apel serta buah dada yang tegak berdiri dan bulat seperti buah delima-pen)

وَتَبَخْتَرَتْ فِي مَشْيِهَا وَيَحِقُّ ذَا ... كَ لِمِثْلِهَا فِي جَنَّةِ الْحَيَوَانِ

Lalu bidadaripun berjalan dengan kesombongan dan berlenggak-lenggok, dan pantas gaya jalan seperti itu dilakukan oleh sang bidadari di surga yang abadi

وَوَصَائِفٌ مِنْ خَلْفِهَا وَأَمَامِهَا ... وَعَلَى شَمَائِلِهَا وَعَنْ أَيْمَانِ

Dan disertai para pelayan bidadari, di belakang dan di depan sang bidadari, serta di sebelah kiri dan sebelah kanan sang bidadari

كَالْبَدْرِ لَيْلَةَ تَمِّهِ قَدْ حَفَّ فِي ... غَسَقِ الدُّجَى بِكَوَاكِبِ الْمِيْزَانِ

Sang bidadari seperti rembulan di malam purnama di gelapnya yang rembulan tersebut diliputi oleh bintang-bintang yang menyala-nyala

فَلِسَانُهُ وَفُؤَادُهُ وَالطَّرْفُ فِي ... دَهَشٍ وَإِعْجَابٍ وَفِي سُبْحَانِ

Maka sang penghuni surga jadilah lisannya, hatinya, dan pandangannya terperanjat dan kagum (melihat bidadari) maka iapun bertasbih memuji Allah

فَالْقَلْبُ قَبْلَ زِفَافِهَا فِي عُرْسِهِ ... وَالْعُرْسُ إِثْرُ الْعُرْسِ مُتَّصِلاَنِ

Sungguh hati lelaki penghuni surga sebelum malam pengantin dengan bidadari telah terpikat dan rindu kepada sang bidadari, maka tersambungkanlah kerinduan yang terpendam tersebut dengan datangnya malam pengantin bersama sang bidadari

حَتىَّ إِذَا مَا وَاجَهَتْهُ تَقَابَلاَ ... أَرَأَيْتَ إِذْ يَتَقَابَلُ الْقَمَرَانِ

Hingga tatkala sang bidadari bertemu dengan sang kekasih maka bagaimanakah pendapatmu jika dua rembulan saling bertemu?

فَسَلِ الْمُتَيَّمَ هَلْ يَحِلُّ الصَّبْرُ عَنْ ... ضَمٍّ وَتَقْبِيْلٍ وَعَنْ فَلَتَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang apakah dia mampu untuk bersabar tidak memeluk dan mencium dan bersegera menuju sang bidadari?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ أَيْنَ خَلَّفَ صَبْرَهُ ... فِي أَيِّ وَادٍ أَمْ بِأَيِّ مَكَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang mabuk kepayang, dimanakah ia buang kesabarannya, di lembah mana?, atau di tempat yang mana?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ حَالَتُهُ وَقَدْ ... مُلِئَتْ لَهُ الأُذُنَانِ وَالْعَيْنَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah kondisinya padahal kedua telinga dan kedua matanya telah terpenuhi dengan godaan….

مِنْ مَنْطِقٍ رَقَّتْ حَوَاشِيْهِ وَوَجْـ ... ـهٍ كَمْ بِهِ لِلشَّمْسِ مِنْ جَرَيَانِ

Tutur kata sang bidadari yang lembut (yang berisi senandung-senandung yang menggoda-pen), dan wajah bidadari yang sangat cantik jelita seakan-akan bergulir matahari di wajahnya tersebut?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ عِيْشَتُهُ إِذًا ... وَهُمَا عَلَى فَرْشَيْهِمَا خَلَوَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah ketenteraman kehidupannya jika perkaranya demikian?, sementara mereka hanya berdua-duan di atas dipan-dipan mereka

يَتَسَاقَطَانِ لآلِئًا مَنْثُوْرَةً ... مِنْ بَيْنِ مَنْظُوْمٍ كَنَظْمِ جَمَانِ

Mereka berdua saling bersenandung dengan senandung yang terindah yang terlepas dari mulut mereka berdua, seperti mutiara-mutiara yang terlepaskan dan terhamburkan

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ مَجْلِسُهُ مَعَ الْـ ... ـمَحْبُوْبِ فِي رَوْحٍ وَفِي رَيْحَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah kondisinya tatkala duduk bersama kekasihnya sang bidadari dalam kesenangan, ketenteraman, dan anugerah dari Allah

وَتَدُوْرُ كَاسَاتُ الرَّحِيْقِ عَلَيْهِمَا ... بِأَكُفِّ أَقْمَارٍ مِنَ الْوِلْدَانِ

Para pelayan-pelayan yang muda mengitari mereka berdua sambil membawa (dengan telapak-telapak mereka yang sangat indah) gelas-gelas yang berisi arak

يَتَنَازَعَانِ الْكَأْسَ هَذَا مَرَّةً ... وَالْخُوْدُ أُخْرَى ثُمَّ يَتَّكِئَانِ

Mereka berdua saling memperebutkan gelas-gelas tersebut, terkadang sang lelaki yang meminum dari gelas tersebut dan terkadang sang bidadari, kemudian mereka berdua bertelakan

فَيَضُمُّهَا وَتَضُمُّهُ أَرَأَيْتَ مَعْـ ... ـشُوْقَيْنِ بَعْدَ الْبُعْدِ يَلْتَقِيَانِ

Maka sang lelakipun memeluk sang bidadari, dan sebaliknya sang bidadari juga memeluk sang lelaki…, bagaimana menurutmu tentang dua orang yang saling sangat merindukan setelah lama berpisah kemudian bertemu?

غَابَ الرَّقِيْبُ وَغَابَ كُلُّ مُنَكِّدٍ ... وَهُمَا بِثَوْبِ الْوصْلِ مُشْتَمِلاَنِ

Tidak ada yang mengawasi dan sirnalah semua yang mengganggu, mereka berdua berselimutkan dalam satu pakaian yang menggabungkan mereka berdua

أَتَرَاهُمَا ضَجِرَيْنِ مِنْ ذَا الْعَيْشِ لاَ ... وَحَيَاةِ رَبِّكَ مَا هُمَا ضَجِرَانِ

Apakah engkau akan melihat mereka berdua bosan dan terganggu jika kehidupan mereka seperti ini?, demi Allah, tentu tidak… mereka berdua tidak akan bosan

وَيَزِيْدُ كُلٌّ مِنْهُمَا حُبًّا لِصَا ... حِبِهِ جَدِيْدًا سَائِرَ الْأَزْمَانِ

Masing-masing akan semakin bertambah cintanya –cinta yang baru- kepada pasangannya, bertambah terus sepanjang masa

وَوِصَالُهُ يَكْسُوْهُ حُبًّا بَعْدَهُ ... مُتَسَلْسِلاً لاً يَنْتَهِي بِزَمَانِ

Dan hubungannya dengan bidadari menjadikannya memakai gaun cinta, dan kecintaan tersebut akan terus berkesinambungan tidak akan berakhir…abadi…

فَالْوَصْلُ مَحْفُوْفٌ بِحُبٍّ سَابِقٍ ... وَبِلاَحِقٍ وَكِلاَهُمَا صِنْوَانِ

Hubungannya dengan bidadari telah diliputi oleh cinta sebelumnya dan cinta sesudahnya, dan kedua bentuk cinta tersebut saling bergandengan

فَرْقٌ لَطِيْفٌ بَيْنَ ذَاكَ وَبَيْنَ ذَا ... يَدْرِيْهِ ذُوْ شُغْلٍ بِهَذَا الشَّانِ

Ada perbedaan yang tipis antara dua bentuk cinta tersebut, hanya orang tersibukan dengan perkara cinta yang bisa mengetahuinya

وَمَزِيْدُهُمْ فِي كُلَّ وَقْتٍ حَاصِلٍ ... سُبْحَانَ ذِيْ الْمَلَكُوْتِ وَالسُّلْطَانِ

Maka setiap waktu bertambah kecintaan, kerinduan, dan kegembiraan bagi mereka, maha suci Allah yang Maha memiliki segala sesuatu dan Maha Kuasa


Tidak ada tujuan dari Ibnul Qoyyim tatkala menyebutkan kenikmatan dan kelezatan bidadari melainkan untuk memotivasi dalam beramal sholeh dan tidak malas dalam beramal. Karenanya di akhir dari bai-bait sya’ir beliau tentang bidadari ini beliau mencela dan mengingatkan orang-orang yang lalai…yang berharap bidadari akan tetapi tidak mau beramal sholeh. Beliau berkata :


يَا غَافِلاً عَمَّا خُلِقْتَ لَهُ انْتَبِهْ ... جَدَّ الرَّحِيْلُ فَلَسْتَ بِالْيَقْظَانِ

Wahai orang yang lalai dari tujuan diciptakan dirimu…hati-hatilah sesungguhnya perjalanan telah dilakukan sementara engkau belum terbangun

سَارَ الرِّفَاقُ وَخَلَّفُوْكَ مَعَ الْأُلَى ... قَنَعُوْا بِذَا الْحَظِّ الْخَسِيْسِ الْفَانِي

Sahabat-sahabatmu telah berjalan pergi dan mereka meninggalkanmu bersama orang-orang yang tertinggal yang rido dengan kehidupan dunia yang hina fana

وَرَأَيْتَ أَكْثَرَ مَنْ تَرَى مُتَخَلِّفًا ... فَتَبِعْتَهُمْ وَرَضِيْتَ بِالْحِرْمَانِ

Engkau telah mengetahui bahwasanya mayoritas orang yang kau lihat adalah tertinggal, lalu engkau mengekori mereka dan engkau rido dengan terhalangnya engkau (dari kenikmatan bidadari yang abadi)

لَكِنْ أَتَيْتَ بِخُطَّتَيْ عَجْزٍ وَجَهْـ ... ـلٍ بَعْدَ ذَا وَصَحِبْتَ كُلَّ أَمَانِ

Akan tetapi engkau telah menempuh dua jalan yaitu jalan kebodohan dan kemalasan, dan setelah itu engkau masih saja berteman dengan khayalan dan angan-angan

مَنَّتْكَ نَفْسُكَ بِاللِّحَاقِ مَعَ الْقُعُوْ ... دِ عَنِ الْمَسِيْرِ وَرَاحَةِ الْأَبْدَانِ

Hawa nafsumu memberikan angan-angan kepadamu bahwasanya engkau bisa menyusul para penghuni surga dengan hanya sambil duduk dan tubuh yang malas

وَلَسَوْفَ تَعْلَمُ حِيْنَ يَنْكَشِفُ الْغِطَا ... مَاذَا صَنَعْتَ وَكُنْتَ ذَا إِمْكَانِ

Dan tatkala telah terbuka penutup maka engkau akan mengetahui apa yang telah kau perbuat padahal mungkin bagimu (untuk sampai ke bidadari)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 23-10-1432 H / 21 September 2011 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
Sumber : www.firanda.com
Selengkapnya...