Minggu, 19 Desember 2010

HAK ULIL AMRI

Masyarakat muslim tidak mungkin tegak tanpa kepemimpinan, tidak hanya msyarakat muslim semata, perkumpulan apa pun, masyarakat, organisasi, kelompok, partai atau pun nama, pasti memerlukan kepemimpinan, bila tidak maka ia akan macet dan tidak begerak. Sesuatu yang dimaklumi. Kepemimpinan merupakan tugas besar dan amanah yang penting, saat Abu Dzar memintanya kepada Nabi saw, beliau saw bersabda kepadanya, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, ia adalah amanat, di hari Kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali siapa yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajibannya.” Diriwayatkan oleh Muslim no 1825.

Karena kepemimpinan merupakan amanat yang besar, maka Nabi saw tidak memberikannya kepada orang-orang yang memintanya atau berambisi mendapatkannya. “Sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan urusan ini kepada seseorang yang memintanya atau seseorang yang berambisi mendapatkannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 7149 dan Muslim no. 1733.

Dari sisi rakyat yang dipimpin, para ulil amri atau pemimpin kaum muslimin mempunyai hak:

Pertama, mendengar dan menaati dalam kebaikan

Hal ini merupakan hak pemimpin sekaligus kewajiban rakyat. Menaati pemimpin merupakan salah satu rpinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditopang oleh dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah.

1- “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59).
Ibnu Taimiyah berkata, “Taat kepada Allah dan RasulNya adalah kewajiban atas siapa pun, taat kepada ulil amri juga kewajiban, karena Allah Ta'ala memerintahkan agar mereka ditaati, barangsiapa menaati Allah dan RasulNya dengan menaati ulil amri maka pahalanya dijamin oleh Allah.” (Majmu' al-Fatawa 15/16).

2- “Barangsiapa menaatiku maka dia menaati Allah, barangsiapa mendurhakaiku maka dia mendurhakai Allah, barangsiapa menaati pemimpin yang aku tunjuk maka dia telah menaatiku, barangsiapa mendurhakainya maka dia mendurhakaiku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 7137 dan Muslim no. 1853 dari Abu Hurairah.

3- “Seandainya kalian dipimpin oleh seorang budak yang memimpin kalian dengan kitab Allah maka dengarkanlah dan taatilah.” Diriwayatkan oleh Muslim no.1838.

4- “Akan muncul sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku, tidak mengikuti sunnahku, di antara mereka akan bangkit kaum laki-laki, hati mereka adalah hati setan dalam jasad manusia.” Hudzaefah berkata, “Apa yang aku lakukan ya Rasulullah saw?” Beliau menjawab, “Dengarkan dan taatilah pemimpin, sekalipun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas, dengarkan dan taatilah.” Diriwayatkan oleh Muslim 1847/52.
Hadits-hadits dalam bab ini berjumlah besar, siapa yang ingin menambah dengan mudah maka silakan merujuk Shahih Muslim Kitab al-Imarah.
Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Mendengarkan dan menaati ulil amri kaum muslimin mengandung kebahagiaan di dunia, dengannya kemaslahatan hamba dalam kehidupan bisa terwujud, dengannya kaum muslimin mampu memperlihatkan agama mereka dan menaati Rabb mereka.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/117).
Ibnu Taimiyah berkata, “Banyak hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw di bidang ini, di mana beliau memerintahkan kaum muslimin untuk menaati ulil amri dalam perkara yang bukan merupakan kemaksiatan, menasiihati mereka, bersabar dalam menerima hukum dan pembagiannya, berjihad bersamanya, shalat di belakangnya dan lain-lainnya, karena mengikuti mereka membawa kebaikan yang tidak terwujud kecuali dengan mereka, karena hal itu termasuk ke dalam bertolong menolong dalam kebaikan dan takwa.” (Majmu' al-Fatawa, 35/20).

2- Tidak Memberontak

Imam ath-Thahawi berkata “Kami tidak membolehkan memberontak terhadap para pemimpin kami dan ulil amri kami sekalipun mereka berbuat zhalim, kami tidak berdoa atas mereka, tidak menarik tangan ketaatan, kami yakin menaati mereka merupakan bagian dari menaati Allah dan ia adalah kewajiban selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, kami mendoakan mereka dengan kebaikan dan keselamata.” (Al-Aqidah ath-Thahawiyah hal 22).

Larangn memberontak dan menentang pemimpin ini tertera dalam banyak hadits Rasulullah saw, di antaranya adalah:

1- “Barangsiapa keluar dari ketaatan dan menyempal dari jamaah laludia mati, maka dia mati dengan cara mati jahiliyah.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1848 dari Abu Hurairah. Yang dimaksud dengan mati jahiliyah adalah mati di atas sifat jahiliyah di mana mereka hidup tanpa pemimpin, bukan matu sebagai kafir, akan tetapi sebagai pendurhaka.

2- ”Barangsiapa mendatangi kalian sementara perkara kalian telah satu di atas seseorang lalu dia hendak membelah tongkat kalian dan memecah belah persatuan kalian maka bunuhlah.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1852 dari Arfajah.

3- ”Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin, kalian mengingkari perbuatan mereka dan mengakui perbuatan mereka, barangsiapa membenci maka dia telah bebas, barangsiapa mengingkari maka dia selamat, akan tetapi barangsiapa rela dan mengikuti.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah saw, mengapa kita tidak memerangi mereka?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka shalat.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 1854 dari Ummu Salamah.

Hah Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini mewajibkan taat kepada pemimpin di mana baiat telah diambil untuknya, larangan membangkangnya sekalipun tidak tidak adil dalam hukumnya, tidak boleh membatalkan baiat dengan alasan kefasikan pemimpin.” (Fathul Bari 13/71).

Nasihat dengan Hikmah

Dari Tamim ad-Dari bahwa Nabi saw bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa ya Rasulullah saw?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan orang umum mereka.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 55.

Ibnu Rajab berkata, “Adapun nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin, maka hal itu diwujudkan dengan menyintai kebaikan, keadilan dan kelurusan mereka, menyintai bersatunya kaum muslimin atas mereka, membenci perpecahan umat atas mereka, menaati mereka dan membenci siapa yang hendak memberontak mereka, mendukung mereka dalam ketaatan kepada Allah.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 1/222).

Syaikh Ibnu Sa’di berkata, “Adapun nasihat bagi para pemimpin kaum muslimin maka ia dengan meyakini kepemimpinan mereka, mengakui kekuasaan mereka, kewajiban mennati mereka dalam hal-hal yang baik, tidak memberontaha mereka, mendorong masuarakat untuk menaatinya, memegang perintah mereka selama tidak bertentangan dengan perintah Allah, memberikan nasihat kepada mereka sebatas kemampuan, menjelaskan apa yang samar bagi mereka yang mereka butuhkan dalam memimpin rakyat, masing-masing sesuai dengan kemampuannya, mendoakan mereka agar dilimpahi kebaikan dan tauafik, karena kebaikan mereka adalah kebaikan masyarakat, tidak mencaci maki mereka dan menciderai mereka serta membeber aib-aib mereka, karena hal itu mengandung keburukan, mudharat dan kerusakan yang besar.” (Ar-Riyadh an-Nadhirah hal. 38-49).

“Ada tiga perkara di mana hati seorang muslim tidak dihinggapi dengki karenanya, mengikhlaskan amal karena Allah, memberi nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin dan berpegang teguh bersama jamaah mereka, karena doa mereka meliputi orang-orang yang di belakang mereka.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari Jubair bin Muth’im, al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib no. 92, berkata, “Shahih lighairi.”

Nasihat kepada para pemimpin hendaknya disampaikan secara rahasia antara pemberi nasihat dengan yang bersangkutan, dengan lemah lembut, hikmah dan nasihat yang baik serta cara yang sesuai. Membeber nasihat lebih-lebih kesalahan pemimpin di depan umum bukan merupakan nasihat, akan tetapi mempermalukan dan membuat masyarakat berani menentang dan memberontak.

Iyadh bin Ghanam berkata kepada Hisyam bin Hakim, “Apakah kamu tidak mendengar sabda Rasulullah saw, ‘Barangsiapa hendak menasihati penguasa maka jangan menampakkannya secara terbuka, akan tetapi berdua dengannya, bila dia menerima, maka itulah yang diharapkan, bila tidak maka dia telah melaksanakan apa yang mesti dia laksanakan.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albani dalam Zhilal al-Jannah fi Takhrij as-Sunnah 2/521.

Usamah bin Zaid memberikan teladan dalam hal ini, saat orang-orang berkata kepadanya, “Mengapa engkau tidak datang kepada Usman untuk menasihatinya.” Maka Usamah menjawab, “Sesungguhnya kalian melihat bahwa aku tidak berbicara kepadanya kecuali aku menyampaikannya kepada kalian, sesungguhnya aku berbicara kepadanya secara rahasia… Dalam riwayat Muslim, “Demi Allah, sesungguhnya aku telah berbicara kepadanya antara diriku dengan dirinya.” …tanpa aku membuka sebuah pintu yang aku tidak ingin menjadi orang pertama yang membukanya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989.

Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dalam hadits terdapat anjuran menghormati para pemimpin, beradab kepada mereka, menyampaikan apa yang diinginkan masyarakat kepada mereka, agar mereka bisa menyikapinya dengan baik, menyampaikan dengan baik di mana maksudnya tercapai tanpa menyakiti siapa pun.” (Fathul Bari 13/53).

Imam an-Nawawi berkata, “Yakni mengingkari para umara secara terbuka di depan umum seperti yang terjadi para orang-orang yang membunuh Usman, hadits ini mengadung anjuran adab bersama para umara, bersikap lembut kepada mereka, menasihati mereka secara rahasia.” (Syarah Shahih Muslim 18/329).

Syaikh Allamah Ibnu Baz berkata, “Bukan termasuk manhaj salaf membeber aib para pemimpin di depan publik dan menyinggungnya di mimbar-mibar, karena hal itu menyebabkan pemberontakan, membuat mereka tidak didengarkan dan ditaati dalam kebaikan, membawa kepada pembangkangan yang merugikan.” (Risalah Huquq qr-Ra’i war Raiyyah hal. 27). Wallahu a’lam.

Oleh: Moh. Arif Rahman,A.Md

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron